
PADANG – Pasar Raya Padang serta pasar satelit lainnya sejak di bawah pimpinan Dinas Perdagangan Padang saat ini sudah sangat jauh berbeda. Penataan dan pembenahannya sudah memperlihatkan perubahan yang signifikan. Saat ini, PKL (Pedagang Kaki Lima) yang berada di bawah sudah mulai naik ke Blok II, III dan IV Pasar Raya Padang. Jika sudah maksimal, tentunya Blok I akan mengikuti.
“Begitu juga halnya dengan pedagang di Pasar Lubuk Buaya, Bandar Buat, dan Siteba sudah dapat kita tata dan tertibkan,” sebut Kepala Dinas Perdagangan Kota Padang, Endrizal, Kamis (25/1).
Dikatakan, tujuan Dinas Perdagangan adalah menjadikan Pasar Raya Padang sebagai pusat perdagangan dan seni di Sumbar. Untuk itu, Dinas Perdagangan bekerjasama dengan Kadin Sumbar memasukkan semua komoditi unggulan yang ada di semua kabupaten/kota di Sumbar ke Pasar Raya Padang.
“Kita membuatkan galeri – galeri untuk komodi unggulan ini, dimana semua komodi unggulan yang ada di kabupaten/kota di Sumbar nantinya ada di lantai III Blok III Pasar Raya Padang. Hal ini tujuannya agar pengunjung yang datang ke kota Padang bisa mendapatkan komoditi unggulan yang ada di Sumatera Barat. Namun, jika konsumen ingin membeli dalam partai banyak, konsumen bisa langsung kontak dengan kabupaten/kota bersangkutan. Dalam hal ini, Kadin Sumbar nanti akan berkoordinasi dengan semua Kadin di Sumatera Barat,” jelasnya.
Ada dua titik yang difokus kan untuk itu, yakni di Blok III lantai III dan Blok II lantai III. Untuk Blok II lantai III akan ada asosiasi sepatu dan tas yang produksinya langsung di Blok II dan galerinya di Blok III. Juga ada kerjasama dengan Indojati untuk kesenian. Sementara untuk lantai IV akan ada UKM – UKM dan permainan anak -anak.
Lebih lanjut disampaikan, berkaitan dengan PAD, sudah ada kenaikan. Sudah ada peningkatan dari tahun – tahun sebelumnya, dari Rp2,3 miliar naik jadi Rp5 miliar lebih.
Namun, Endirizal mengakui bahwa target PAD untuk Dinas Perdagangan terlalu besar. Tahun 2017, target Rp15 miliar dan 2018 naik Rp18 miliar. Sementara hasil survei di lapangan, maksimal hanya Rp5,6 miliar melalui Dinas Perdangan. Dalam aturannya, pendapatan berasal dari retribusi bulanan kios aktif. Sedangkan yang tidak aktif, tidak mendapat.
“Kita bisa maksimal untuk pencapaian PAD ini kurang lebih sekitar Rp7 miliar. Ini sudah survei maksimal yang dilakukan. Sementara SPR sudah mengangsur hutangnya, jadi maksimal kita bisa sekitar Rp8,2 miliar. Ini sudah hitungan maksimal kita, setelah dilakukan survei di lapangan, mana- mana potensi yang membayar retribusi pasar,” ungkapnya. (baim)