JAKARTA- Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah menilai keberadaan jaringan gas (Jargas) Kota akan menjadi solusi terbaik untuk menggantikan subsidi dan biaya distribusi LPG 3 kilogram yang nilainya mencapai Rp830 triliun.
Dirangkum dari siaran pers yang dikirim kepada wartawan, Fanshurullah menilai, kebijakan saat ini tidak memberikan perubahan signifikan sementara subsidi LPG akan terus membebani anggaran pemerintah.
“Untuk menghemat anggaran, KPPU mendorong pemerintah untuk berani menempuh Langkah peralihan subsidi gas LPG 3 kilogram kepada pembangunan Jargas Kota dan secara bertahap mengurangi alokasi subsidi untuk wilayah yang dibangun Jargas,” kata Fanshurullah dalam diskusi terkait kinerja 100 hari kerja anggota KPPU periode 2024-2029.
Dia menegaskan, untuk Langkah tersebut dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan berani mengambil Langkah strategis menggantikan subsidi dengan pembangunan Jargas Kota. Menurutnya, penggunaan subsidi saat ini tidak tepat sehingga Langkah itu harus diambil untuk menghemat APBN.
Dalam siaran pers KPPU tersebut juga dipaparkan bahwa pengembangan Jargas merupakan Program Strategis Nasional berdasarkan Peraturan Presiden nomor 56 tahun 2018. Pengembangannya masuk dalam RPJMN 2020-2024 dengan target 4 juta sambungan rumahtangga (SR).
“Sayangnya hingga tahun 2024 realisasi hanya mencapai 20 persen disebabkan kebijakan monopoli PT Pertamina Gas Negara Tbk yang tidak membuka dan berhasil melibatkan BUMD dan swasta untuk melakukan investasi di Jargas Kota,” ungkapnya.
Menurut Fanshurullah, keterbatasan jaringan pipa gas mengakibatkan konsumen bergantung pada LPG khususnya kemasan 3 kilogram. Dia menyebutkan, data menunjukkan bahwa konsumsi LPG 3 kg terus meningkat setiap tahun sementara LPG nonsubsidi stagnan dan cenderung turun.
“Tercatat tingkat konsumsi LPG 3kg meningkat dari 6,8 juta MT di tahun 2019 menjadi 8,07 MT di tahun 2023 atau naik secara rata-rata 3,3 persen dalam lima tahun,” sebut Fanshurullah.
Sejalan dengan itu, lanjutnya, biaya subsidi juga terus meningkat dengan rata-rata tumbuh 16 persen selama lima tahun, dari Rp54,1 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp117,8 triliun pada tahun 2023. Tahun ini alokasi subsidi LPG sebesar Rp87,5 triliun, sehingga sejak tahun 2019 hingga 2023 total subsidi untuk gas mencapai Rp460,8 triliun.
Dengan fakta bahwa mayoritas LPG berasal dari impor, maka dapat diperkirakan total nilai impor LPG selama periode 2019-2023 mencapai Rp288 trilliun. Dengan membandingkan total biaya subsidi LPG dalam periode yang sama (yakni sebesar Rp 373 trilliun), maka rasio biaya impor mencapai 77 persen dari total subsidi LPG.
Jika digabung dengan subsidi tahun ini, total biaya subsidi dan nilai impor tersebut mencapai Rp833,8 triliun. Besaran tersebut sangat signifikan karena mencerminkan devisa yang hilang serta opportunity loss yang subtansial, terutama apabila dapat digunakan untuk pembangunan dan pengembangan jargas kota.
“Tanpa ada perubahan signifikan dalam kebijakan jargas, subsidi LPG akan terus membebani anggaran pemerintah,” tegasnya. */F