Ini Solusi Ahli untuk Antisipasi Kekurangan Air di Lintau

Revalin Herdianto (paling kiri), Eri Gas (empat kiri) bersama Ketua IKLB Kota Padang, Sekdakab Tanah Datar dan tokoh masyarakat Lintau lainnya. (ist)
Revalin Herdianto (paling kiri), Eri Gas (empat kiri) bersama Ketua IKLB Kota Padang, Sekdakab Tanah Datar dan tokoh masyarakat Lintau lainnya. (ist)

PADANG – Kawasan Lintau Kabupaten Tanah Datar pada tahun 2015 – 2016 mengalami kekeringan panjang. Selama hampir setahun, sebagian besar sawah-sawah dan kolam milik masyarakat pada dua kecamatan, yakni Lintau Buo dan Lintau Buo Utara mengalami kekeringan dan tidak bisa diolah sama sekali.

Selain pengaruh iklim global, Elnino, kekeringan yang melanda Lintau disebabkan berbagai hal. Di antaranya, sumber-sumber mata air yang memang banyak mengering, air luluih (air hilang dari permukaan, reda) dan sistem irigasi yang kurang baik.

Demikian antara lain benang merah seminar ‘Sumber Air Masa Depan Lintau’ yang diadakan IKLB (Ikatan Keluarga Lintau Buo) Kota Padang, Senin (24/4) di Hotel Daima, Padang. Pada kesempatan yang sama sekaligus dilakukan pengukuhan pengurus IKLB periode 2017-2021 oleh Bupati Tanah Datar diwakili Sekdakab Tanah Datar.

Ke depan, ada solusi yang ditawarkan oleh pemateri, Revalin Herdianto, MSc PhD dan Ir Eri Gas Ekaputra MS (Direktur Economic Development Center, Pusat Pengembangan Nagari Universitas Andalas). Beberapa di antaranya, mengoptimalkan sumber air yang sudah ada, mencari sumber-sumber mata air baru, memanfaatkan potensi air luluih dengan penggunaan teknologi, memaksimalkan kearifan lokal dalam pembagian air sawah dan lain-lain.

Revalin, pakar irigasi dari Politeknik Negeri Padang memaparkan, kawasan Lintau mengalami kekeringan paling parah pada tahun 2015 kemarin. Meski pada dasarnya memiliki potensi sumber daya air yang banyak, tapi faktor iklim global ikut mempengaruhi sehingga membuat sumber air berkurang. Selain itu, sistem irigasi tidak berjalan baik dan juga faktor topografi. Faktor topografi dimaksud misalnya Batang Tompo yang berada di pinggang bukit kurang menguntungkan buat masyarakat di bagian atas.

Solusi mengatasi persoalan kekurangan air ke depan, menurut Revalin adalah dengan mengoptimalkan sumber-sumber air yang sudah ada dan mencari sumber-sumber air yang baru, meningkatkan manajemen sumber daya air, baik dalam hal pengambilan, distribusi, pemakaian, operasional dan pemeliharaan serta meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap kekurangan air.

Dalam hal mengoptimalkan sumber air yang ada, pemerintah perlu mempercepat pembangunan jaringan irigasi Batang Sinamar. Potensi debit airnya hingga 15 meter kubik per detik dan mampu mengairi sebagian sawah di Buo, Pangian, Taluak dan Tigo Jangko. Revalin juga mendorong percepatan rehabilitasi bendungan Batang Sangki I. Selain itu, pemerintah dan masyarakat petani bisa menggunakan teknologi pompa untuk mengairi sawah di sekitar Batang Sinamar. Karena, ada ironi di mana ada sawah dekat lokasi irigasi tapi tak bisa mendapatkan air karena lokasinya yang ketinggian.

Untuk mencari sumber air baru, putra asli Lintau itu merekomendasikan untuk membangun embung atau telaga dengan sumber air dari sungai, pemanfaatan pompa air tanah (JIAT/Jaringan Irigasi Air Tanah), serta mensurvei potensi mata air, anak sungai dan cekungan-cekungan alam.

Revalin juga memaparkan terkait potensi air luluah yang berada di perbatasan Kenagarian Batubulek dan Kenagarian Tanjung Bonai. Dengan penggunaan teknologi sederhana saja, menurutnya, cekungan bawah tanah di lokasi air luluah tersebut bisa untuk mengairi sekitar 60 hingga 80 hektare sawah di sekitarnya.

Dalam hal meningkatkan manajemen air, upaya yang bisa dilakukan antara lain dengan pembersihan dan perbaikan saluran irigasi, pemeliharaan yang teratur dan juga melakukan diversifikasi tanaman. Sedangkan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat, dapat dilakukan dengan memelihara sumber-sumber air (reboisasi), memiliki sumber-sumber resapan dan sistem cadangan air baku.

Sementara itu, Eri Gas yang lama melakukan penelitian tentang sumber daya air di Lintau Buo dan Lintau Buo Utara memaparkan, secara hidrologi, aliran batang sungai di Lintau saling terkait. Semuanya bermuara ke Batang Sinamar.

Pengairan pertanian, terutama sawah masyarakat di Lintau banyak bergantung pada aliran batang sungai yang ada. Dari aliran Batang Tompo saja, ada 64 kepala Bandar yang dialiri. Jarak antara satu kepala Bandar dan lainnya bahkan ada yang hanya sekitar 1 kilometer. Saat kekeringan kemarin, sumber air yang di bagian hulu memang ada masalah. Seperti Batang Kawai yang minus air.

Irigasi Batang Sinamar dan Batang Sangki I, menurut Eri, kalaupun selesai dibangun dan difungsikan, itu belum menjawab kebutuhan air masyarakat Lintau secara keseluruhan. Irigasi Batang Sinamar dan Sangki I hanya menjawab kebutuhan dari sebagian Lubuk Jantan ke bawah (Buo, Pangian, Tigo Jangko dan Taluak) dan terus ke daerah di bawahnya; Setangkai dan daerah Kabupaten Sinjunjung.

Sementara untuk sebagian lainnya masih harus dipikirkan lagi agar sawah dan pertanian masyarakat bisa terairi. Salah satunya yang ditawarkan Eri Gas adalah pembangunan bendungan di Pamasihan, Nagari Tanjuang Bonai. Selain itu, untuk pemanfaatan aliran Batang Tompo dan Batang Kawai dinilai bisa mencukupi untuk pengairan pertanian masyarakat di Batubulek, Balai Tangah dan sekitarnya, asalkan dilakukan dengan manajemen pengairan yang baik.

Meski demikian, Eri Gas merekomendasikan perlunya studi lanjut tentang water accounting (akuntasi untuk objek air) aliran Batang Tompo dan perlunya konsep one river one management. Selain itu, Eri mencetuskan kalau bisa dibuat kolam-kolam retensi di sepanjang aliran sungai dan lubuk-lubuk di sungai yang bisa berfungsi sebagai penyimpanan air serta perbaikan badan-badan sungai yang rusak. Hal penting lainnya yang ditekankan Eri adalah perlunya menimbulkan budaya hemat air serta menggunakan kearifan lokal untuk menjaga ketahanan air.

Ekspedisi Walhi Sumbar

Sementara itu, Asep dari Walhi Sumbar pada kesempatan yang sama menuturkan, tim dari Walhi bersama pemuda Lintau Buo dan sejumlah masyarakat setempat melakukan ekspedisi pada 3 – 5 Februari 2017. Tim menyusuri aliran Batang Tompo hingga ke hulunya. Ekspedisi dilakukan atas isu-isu yang berkembang di masyarakat seperti ada kayu yang roboh dan menghambat aliran air sungai. Namun, hal itu tak ditemukan. Menurutnya, akan ada ekspedisi lanjutan untuk mencari sumber-sumber air di Lintau. (rin)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.