PADANG – Tekanan inflasi Sumatera Barat pada bulan April 2018 menurun dibanding bulan sebelumnya. Setelah sempat melaju ke angka 0,31 persen (month to month/mtm), pada April inflasi kembali melambat ke angka 0,02 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatera Barat Endy Dwi Tjahjono selaku Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Barat mengungkapkan hal itu melalui siaran pers yang diterima, Jumat (4/5).
“Indek Harga Konsumen (IHK) Sumatera Barat kembali melambat ke angka 0,02 persen pada April setelah sempat naik ke angka 0,31 persen pada Maret 2018,” ungkapnya.
Meski secara bulanan melambat, Endy menyatakan, secara hitungan tahunan, pergerakan harga tercatat naik dari 2,66 persen (year on year/yoy) dari sebelumnya 2,33 persen (yoy). Sementara secara tahun berjalan (year to date/ytd), Sumatera Barat sampai April 2018 mencatatkan inflasi 0,69 persen.
Dia juga menyebutkan, untuk dua kota sampel di Sumatera Barat yaitu Kota Padang dan Kota Bukittinggi mencatatkan inflasi bulanan dengan laju masing-masing 0,01 persen (mtm) untuk Padang dan 0,12 persen (mtm) di Kota Bukittinggi. Untuk tahun berjalan, laju inflasi di Kota Padang sampai April 2018 tercatat 0,66 persen (ytd) dan Kota Bukittinggi 0,93 persen (ytd).
Secara parsial, kelompok harga barang yang diatur pemerintah (administered price) mencatatkan laju inflasi tertinggi, sebesar 0,39 persen atau naik dari bulan sebelumnya 0,29 persen (mtm). Disusul kelompok inti (core) yang mencatatkan inflasi 0,02 persen, menurun dari bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 0,29 persen (mtm).
Berbeda dengan dua kelompok tersebut, pada kelompok harga pangan bergejolak (volatile food) justru terjadi penurunan yang cukup tajam, dari inflasi menjadi deflasi. Pada Maret 2018, kelompok ini masih mengalami inflasi sebesar 0,37 persen (mtm) namun pada April tercatat deflasi sebesar 0,33 persen (mtm).
Endy mengingatkan, pergerakan IHK Sumatera Barat perlu diantisipasi karena mencermati perkembangan terkini, tekanan inflasi yang lebih tinggi akan terjadi pada Mei 2018. Penyebab tekanan inflasi terindikasi disebabkan oleh meningkatnya permintaah di bulan Ramadan serta kemungkinan masih adanya dampak lanjutan dari penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi.
Selain itu, melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS serta kemungkinan naiknya harga emas dan minyak dunia akibat turbulensi politik maupun kecenderungan ketidakpastian ekonomi global berpotensi turut memberikan tekanan.
Curah hujan yang mulai berkurang diharapkan dapat mengurangi risiko gagal panen dan gangguan distribusi bahan pangan strategis, sehingga tekanan inflasi bisa tertahan. Harapan itu didukung oleh prakiraan BMKG mengenai intensitas curah hujan pada Mei 2018 berada pada kisaran menengah. (feb/*)
Komentar