JAWA TIMUR – Untuk memenangi persaingan pasar bebas ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Indonesia masih membutuhkan jutaan wirausahawan baru. Jumlah pengusaha nasional saat ini baru sekitar 1,56 persen dari populasi penduduk.
Dalam siaran pers di situs Kementerian Perindustiran, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mewakili Presiden RI Joko Widodo saat pembukaan Nahdhatul Ulama (NU) Expo 2016 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (21/12) mengungkapkan hal tersebut. Menurutnya, standar yang disarankan bank dunia perlu mencapai 4 persen pengusaha untuk berkompetisi di era pasar tunggal tersebut.
“Pelaku usaha atau industri merupakan elemen penting untuk menggerakkan roda perekonomian dan memperkuat basis ekonomi Indonesia dalam rangka mewujudkan negara yang berdaya saing global,” katanya.
Secara ideal, ujarnya, Indonesia harus meningkatkan jumlah wirausaha baru sebanyak 5,8 juta sehingga target 4 persen dari populasi penduduk itu terpenuhi. Sementara untuk menuju 2 persen saja dari jumlah yang ada saat ini masih membutuhkan 1,7 juta pengusaha.
“Oleh karena itu, kita butuh kolaborasi dengan seluruh elemen bangsa, karena pertumbuhan ini hanya akan dapat dicapai manakala kita bisa menggerakkan semua stakeholder” paparnya.
Dalam hal ini, Airlangga secara khusus meminta peran ekonomi dari organisasi NU agar lebih diperkuat dan diperluas. Terlebih lagi, NU telah berkontribusi besar dalam pembangunan bangsa Indonesia dan didukung anggota sebanyak 40 juta yang tersebar di berbagai pelosok daerah.
“Menurut pandangan kami, peran yang perlu ditingkatkan antara lain adalah mengembangkan core competence ekonomi pada pesantren-pesantren yang ada di Indonesia,” tuturnya.
Menurutnya, langkah tersebut bisa digerakkan oleh para santri melalui kegiatan industri atau jasa. Dia berharap nantinya setiap pesantren yang ada di Indonesia dapat memiliki unit usaha industri.
Airlangga menambahkan, pemerintah saat ini tengah mendorong pendidikan vokasi di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan menjadi tulang punggung pendidikan Indonesia ke depan. Nantinya, 60 persen pendidikan setingkat SMA akan didorong melalui pelatihan-pelatihan vokasi dan nanti Kemenperin me-link and match dengan kegiatan-kegiatan di industri.
Dalam pengembangan daya saing industri nasional, menurutnya, diperlukan penyiapan kompetensi SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha saat ini. Menciptakan SDM Indonesia yang terampil itu perlu melalui kegiatan vokasi.
Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, pihaknya menargetkan penumbuhan wirausaha baru untuk industri kecil sebanyak 20.000 dan industri menengah sekitar 4.500 unit hingga tahun 2019. Dia menegaskan, IKM memegang peranan penting dalam penguatan struktur industri dan utamanya untuk perekonomian nasional.
“IKM merupakan simbol aktivitas ekonomi berbasis kerakyatan yang terbukti tangguh menghadapi tantangan dan krisis ekonomi yang melanda ekonomi global,” katanya.
Untuk mendorong tumbuhnya wirausaha baru di dalam negeri, lanjut Gati, Kemenperin juga menyadari harus dilakukan langkah-langkah yang out of the box. Salah satunya adalah meluncurkan program e-smart IKM, yang merupakan suatu sistem database IKM yang tersaji dalam profil industri, sentra dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada seperti Bukalapak dan Tokopedia.
Dengan terintegrasinya sistem tersebut, pasar secara fisik yang sebelumnya harus pada lokasi tertentu, maka pasar tersebut akan digantikan dengan kamar-kamar para santri atau pojok-pojok lapangan bola di pesantren karena pasarnya telah bisa dijangkau melalui smartphone atau lewat perangkat internet lainnya.
“Artinya, pelaku industri bisa menjangkau pasar domestik dan internasional hanya dengan jari-jemari melalui gadget yang dimiliki,” pungkasnya. (feb/*)
Komentar