
AGAM – Beberapa belas tahun lalu, Danau Maninjau adalah primadona pariwisata Sumatera Barat. Tak berkunjung ke Ranah Minang jika belum sampai ke Danau Maninjau. Tak heran, setiap hari ada saja bule (wisatawan asing) yang datang ke Danau Maninjau.
Namun kejayaan itu memudar seiring maraknya perkembangan keramba jaring apung (KJA) yang akhirnya berdampak negatif kepada keindahan pesona alam danau di Kabupaten Agam tersebut. Ditambah lagi terabaikannya masalah kebersihan danau dari sampah plastik dan sampah rumahtangga.
Kini, masyarakat selingkar danau seperti ditantang untuk mengembalikan kejayaan “Sang Primadona”. Danau Maninjau dikelilingi delapan dari sembilan nagari di Kecamatan Tanjung Raya. Seiring dijadikannya pariwisata sebagai program prioritas Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, adalah kesempatan emas untuk mengembalikan kejayaan masa lalu tersebut.
“Hebat, jika masyarakat bisa mengembalikan Danau Maninjau menjadi primadona dan berjaya sebagai destinasi utama wisata alam,” kata Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Guspardi Gaus saat ber-safari Ramadhan ke Jorong Koto Baru Nagari II Koto, salah satu nagari yang memiliki Danau Maninjau, Selasa (28/6).
Untuk mengembalikan kejayaan itu, kata Guspardi, harus terbangun komitmen warga selingkar danau menjaga kebersihan dan menyelamatkan danau dari pencemaran. KJA yang ada saat ini mesti dikurangi dan tertata dengan baik. Pariwisata sebagai program unggulan pemprov Sumatera Barat harus dijadikan peluang membangkitkan Danau Maninjau.
Camat Tanjung Raya Hendra Putra mengungkapkan, sampah plastik dan sampah rumahtangga telah mencemari danau. Parahnya, KJA telah menyebabkan pencemaran air yang terjadi secara masif karena maraknya pertumbuhan KJA tanpa kontrol.
“Dari kajian, Danau Maninjau hanya mampu menampun 6 ribuan KJA namun yang ada saat ini sudah lebih dari 17 ribu atau kelebihan kapasitas dua kali lipat. Dampaknya, terjadi pencemaran oleh pakan ikan sehingga menyebabkan sedimentasi dan kontaminasi air danau,” ungkapnya.
Hendra menyebut, sedimentasi danau telah mencapai 15 meter dan harus dilakukan penyedotan. Selain dari tumpukan residu pakan ikan, juga dari lumpur yang masuk ke danau serta kandungan belerang di dasar danau. Kondisi ini telah menimbulkan kerugian kepada masyarakat petambak karena dalam beberapa tahun terakhir selalu dihadapkan kepada kematian ikan akibat dari air yang tercemar residu pakan bercampur belerang. Untuk mengatasi bertambahnya keramba, Pemkab Agam telah mengeluarkan aturan moratorium keramba.
Ternyata, sedimentasi di dasar danau bisa dijadikan pupuk tanaman pertanian jika disedot dan diolah. W. Wahyudi, Pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat yang menyertai rombongan Safari Ramadhan dibawah komando Guspardi Gaus mengungkapkan hal itu.
“Sedimentasi yang berupa residu pakan ikan tersebut sangat baik dijadikan pupuk organik tanaman pertanian. Jadi, jika disedot tidak akan menjadi lumpur buangan begitu saja,” ujarnya.
Kalau memang terbangun komitmen dari masyarakat, didukung oleh pemerintah kabupaten dan provinsi, bukan tidak mungkin Danau Maninjau yang dulu menjadi primadona, akan kembali menjadi primadona. Guspardi Gaus yakin, dengan menjadi destinasi wisata akan membawa dampak lebih besar terhadap perekonomian masyarakat daripada sekedar dimanfaatkan menjadi lahan keramba jaring apung. (feb)