Hari Terburuk

Andini Sukmawati

Cerpen: Andini Sukmawati
Mahasiswi Jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Nama ku Jijah. Aku hanyalah anak dari seorang petani. Aku adalah anak satu-satunya di keluargaku. Ayahku bekerja sebagai petani dan ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga. Malam itu aku benar-benar kehilangan orang yang ku sayang. Orang yang telah mengandung dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang. Ya, dia ibuku! Perempuan tercantik di hidupku.

Ibu yang selalu ada di saat aku membutuhkanya. Ibu orang yang mendengarkan keluh kesahku dan memberikan nasehatnya yang begitu berarti bagiku. Tapi sekarang aku tidak lagi merasakannya. Hidupku menjadi redup karena cahaya dan penerang di hidupku telah sirna untuk selamanya.

Di saat aku kecil ibulah yang merawatku hingga pertama kali aku masuk sekolah ibulah yang bangun pagi-pagi demi menyiapkan sarapan untukku. Setelah menyiapkan sarapan ibu langsung ke kamar dan membangunkanku dengan suara lembutnya berkata, “Nak, bangunlah! Hari sudah pagi dan ini hari pertama kamu masuk sekolah. Jangan sampai kamu telat, Nak!”
Dengan penuh semangat aku buka mata dan bilang “iyaa Bu”. Dan ibu tersenyum melihatku. Lalu ibu menyuruhku untuk bersiap-siap. Setelah itu langsung duduk di meja makan. Lalu aku berkata ke ibu kalau aku takut untuk masuk sekolah.

Iya, itulah aku yang takut untuk memulai hal baru. Tetapi karena ibulah ketakutan-ketakutan itu hilang dan menjadikanku kuat dan tegar dalam menghadapi masalah.
“Bu, aku takut”
“Kenapa kamu takut, Nak? Di sana kamu banyak mendapatkan teman dan ibu guru yang baik-baik”
“Tapi Bu…”
“Jangan begitu! Kamu pasti bisa kok! Anak ibu pintar”.

Dan akhirnya aku pergi ke sekolahku di SD negeri 01 Agam dan diantarkan ibu.
Tak hanya itu di saat aku bermain dengan teman-temanku dan aku mendapat cacian dan bulian kalau aku hanya anak dari seorang petani dan tidak boleh berteman dengan mereka. Ketika aku pulang dalam keadaan sedih ibu menenangkanku dan membuatku tenang.
“Nak, kamu kenapa ‘nangis?” ( sambil menghapus air mataku )
“huhu Ibu, teman-temanku semua jahat. Aku dibilang hanya anak seorang petani dan tak boleh bermain dengan mereka,”
“Tidak, Nak! walaupun kamu anak seorang petani tapi kamu anak yang pintar dan tidak cengeng. Ibu tahu kamu itu anak ibu yang baik, anak ibu yang kuat. Jangan takut! tidak ada teman kamu masih ada ibu dan ayah yang selalu ada buat kamu, Nak ” kata ibu.
“Ibu….!” ( sambil memeluk ibu )
“Ayo senyum, jangan ‘nangis lagi ya anak ibu yang cantik. Jika kamu ‘nangis nanti cantiknya hilang” sahut ibu.

Itulah masa kecilku yang begitu sederhana yang mungkin orang-orang bilang itu hal biasa. Tetapi bagiku itu adalah hal yang sangat berarti di hidupku karena masa kecil tidak akan bisa terulang kembali. Ibu juga orang yang selalu menjadikan aku anak yang kuat dalam menyelesaikan masalah dan membimbingku dalam segala hal apapun itu. Tetapi ibu tidak pernah mendukung dan mengizinkan untuk keinginanku pergi merantau melanjutkan pendidikan.

Pada siang hari itu adalah hari kelulusanku. Aku lulus SMA dan berencana merantau melanjutkan pendidikanku. Aku ingin sekali masuk kuliah di Uniiversitas Indonesia jurusan kedokteran. Tetapi ibu tidak mengizinkanku, hanya ayah yang mengizinkan aku untuk pergi merantau.
Sore hari di ruang tamu ketika ayah dan ibu pulang dari sawah aku berbicara ke ibu dan ayah tentang kelulusanku dan mereka sangat senang sekali. Tetapi aku terdiam dan takut untuk bilang ke ibu dan ayah kalau aku ingin kuliah di universitas Indonesia jurusan kedokteran dan dibantu oleh temanku Rara, karena kata Rara ayahnya bisa bantu aku masuk ke sana. Mana mungkin anak seorang petani bisa kuliah di jurusan kedokteran. Lagipula ibu tidak mengizinkan aku walaupun ayah mengizinkanku pergi. Ibu tidak menginginkan aku merantau karena aku anak perempuan. Karena di Minangkabau hanyalah anak laki-laki yang pergi untuk merantau.
“Ibu, Ayah! Aku lulus,”
“Alhamdulillah, Nak!” sahut ke dua orang tuaku.
“Tapi, aku ingin melanjutkan pendidikan ke Jakarta sambil mencari pekerjaan di sana. Aku di sana dibantu juga oleh temanku. Agar aku bisa membelikan rumah untuk ibu dan ayah dan ayah tidak bekerja lagi di sawah dengan orang lain” sahutku.
“Nak, kamu itu perempuan kenapa harus ke Jakarta melanjutkan pendidikan?” kata ibu
“Ibu, jika aku tetap di sini kita tidak akan bisa berkembang, Bu. Ayah, apakah boleh aku pergi?”
“Nak, nanti ayah bicarakan dengan ibumu dulu” sahut ayah.

Ketika ayah dan ibu membicarakan hal itu terjadilah sedikit percekcokan antara ayah dan ibu. Ayah mengizinkan aku pergi karena ayah bilang aku cuma anak satu-satunya tidak mungkin aku tidak kuliah. Ayah menginginkan anaknya lulus S1 dan bisa lebih baik lagi kehidupannya dari mereka. Tetapi ibu tidak mengizinkan aku karena aku anak perempuan. Di sana juga tidak ada yang kukenali kecuali temanku itu. Dan akhirnya setelah pembicaraan itu aku diizinkan pergi oleh ibuku walaupun ibu terpaksa.

Malam harinya di ruang tamu ada ayah dan ibu sedang duduk. Aku langsung samperin mereka dan menanyakan tentang hal tadi.
“Ayah, apakah aku boleh pergi ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan?”
“Nak, tadi Ayah dan Ibu sudah bicarakan. Jika itu keinginanmu pergilah tapi jaga dirimu baik-baik. Di sana kamu hanya sendirian dan tidak ada yang kamu kenali. Kita tidak tahu bagaimana lingkungan di sana, Nak. Pergilah jika itu yang kamu mau, tapi ingat! Jaga dirimu baik-baik,” pesan Ayah.
“Nak, apakah kamu mempunyai uang untuk pergi ke sana? Tanya Ibu.
“Ibu, aku punya tabungan yang sudah lama aku tabung, Bu” jawabku.

Keesokan harinya aku langsung pergi ke Jakarta dan berpamitan dengan ayah dan ibu. Sesampainya di Jakarta aku langsung cari tempat kos dibantu oleh Rara. Aku ingin kos dekat dari kampus agar aku tidak sulit untuk pergi kuliah. Setelah berjalan jauh dari siang sampai sore akhirnya aku mendapatkan rumah kos yang lumayan jauh dari kampus. Setelah dapat langsung aku bayar uang mukanya, dan temanku Rara langsung pulang dan menjanjikan kepadaku kalau aku kuliah dibantu oleh ayahnya. Tetapi Rara meminta uang sisaan yang kupegang untuk membayar pendaftaran kuliahku yang dibantu oleh ayahnya. Ya, begitu bodohnya aku pada saat itu dengan hati senang aku langsung kasih sisaan uang yang di tanganku untuk membayar pendaftaran kuliah.

Sudah hampir sebulan lebih aku tidak mendapatkan kabar dari Rara. Pada saat aku lihat di internet pendaftaran untuk mahasiswa baru sudah ditutup. Tetapi tak sedikitpun juga ada kabar dari Rara, aku mencoba menelpon Rara tapi nomor Rara tidak aktif. Ternyata aku hanya ditipu oleh Rara, Rara yang aku anggap teman selama ini hanyalah seorang penipu.

Malam harinya ibu yang punya kost datang ke kost-an dan meminta uang bulanan karena aku tidak punya uang aku diusir dari kost-an itu. Aku tidak tahu lagi harus ke mana pada saat malam itu aku ingin pulang dan mencari tumpangan. Belum jauh berjalan aku bertemu dengan sekelompok orang ternyata itu preman. Malam hari itu aku hampir menjadi korban pelecehan dari mereka tetapi karena seorang laki-laki itu aku selamat. Laki-laki itu menyelamatkanku dan memberikan tumpangan kepadaku untuk pulang ke kampung.

Selang beberapa waktu aku mendapatkan telepon dari ayah. Ya, itu kabar terburuk yang ada di hidupku ayah memberitahuku kalau ibu sudah tiada. Malam hari itu aku benar-benar hancur. Di saat aku kena tipu, ibu juga meninggalkanku untuk selamanya. Itu adalah hari terburuk bagiku. Semua impianku sirna hanya sekejap. Tak hanya impianku tetapi orang yang kusayang juga telah tiada untuk selamanya. Aku menyesali perbuatanku yang tak pernah mendengarkan kata ibuku. Seharusnya aku tidak pergi waktu itu. Jika aku tidak pergi maka ini semua tidak akan terjadi.
Jangan sesekali tidak mendengarkan perkataan orang tua karena orang tua tahu apa yang terbaik untuk anaknya. Tak seharusnya anak perempuan pergi untuk merantau, merantau hanya diperuntukkan untuk seorang laki-laki. Perempuan di Minangkabau adalah sebagai Bundo Kanduang yang menjaga Rumah Gadang.

Catatan: Ditulis dan ditayangkan untuk melengkapi tugas kuliah. Asli tulisan penulis.

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.