SAWAHLUNTO – Pergerakan harga rokok pada awal tahun juga ikut memengaruhi permintaan tembakau lempengan asal Lumindai. Pedagang tembakau lempengan di pasar tradisional di Kota Sawahlunto mengakui kenaikan penjualan dari biasanya.
Djamalis (63 tahun), pedagang tembakau Lumindai yang biasa berjualan di Pasar Silungkang mengatakan, sebelum kenaikan harga rokok, tembakau Lumindai dagangannya hanya terjual antara 50 sampai 60 lempeng (lapiak).
“Permintaan tembakau sudah mulai naik. Biasanya hanya 50 sampai 60 lapiak, namun pekan lalu terjual 148 lapiak,” katanya, Minggu (3/1/2020).
Pedagang yang sudah berjualan tembakau lempengan sejak tahun 1975 ini mengakui, kalau saja cuaca cukup mendukung, sebetulnya bisa menjual lebih banyak lagi.
“Karena dua pekan ini cuaca juga kurang mendukung karena hujan sehingga tidak optimal menjemur daun tembakau racikan yang sudah dipanen,” ulasnya.
Dia mengungkapkan, kalau dalam kondisi cuaca normal, bisa menjual hingga 160 lempeng di Pasar Silungkang. Sementara untuk pasokan ke Pasar Sibarambang Kabupaten Solok bisa mencapai 120 lempeng dan Pasar Paninjauan 150 lempeng.
Djamalis menyebut, tembakau lempengan racikannya dijual pada kisaran harga Rp7 ribu sampai Rp8 ribu per lempeng. Sementara untuk kualitas lebih bagus dijual dengan harga Rp10 ribu per lempeng.
Sementara itu, produksi petani tembakau di Desa Lumindai Kota Sawahlunto terpantau semakin menurun. Banyak petani yang sudah meninggalkan komoditi tembakau dan beralih ke tanaman lain.
Data yang dihimpun padangmedia.com tahun 2016, areal tanaman tembakau milik petani di Desa Lumindai tercatat seluas 15 hektar. Lahan seluas itu menghasilkan produksi sekitar 4,5 ton tembakau yang diolah dan dipasarkan secara tradisional di pasar – pasar seperti Pasar Lumindai, Sapan, Talawi dan beberapa pasar tradisional di daerah tetangga. (tumpak)