PADANG – Dua sekolah yang berada dalam satu komplek berpolemik gara-gara sebuah bangunan. Dua sekolah tersebut, SD Negeri 30 dan SD Negeri 36 Lubuk Begalung, Padang.
Situasi tersebut berawal dari pihak SD N 30 Lubeg yang membuat bangunan aula yang berhadapan langsung dengan salah satu lokal SD N 36. Aula tersebut dibangun ala kadarnya berupa tiang-tiang dan atap berukuran 10 x 3 meter. Di sisi lain, pihak SDN 36 merasa terganggu dan tidak nyaman.
Karena tak kunjung ada solusi, Komite SDN 36 berinisiatif menyurati Komisi III DPRD Padang bidang pembangunan dan lingkungan hidup. Komisi III pun akhirnya mengunjungi kedua sekolah tersebut.
Ketua Komite SDN 36 Muzirwan kepada anggota dewan, Senin (2/5) mengatakan, sejak keberadaan bangunan tersebut, berbagai dampak buruk dirasakan siswa. Seperti bising karena tidak fokus belajar sebab aula milik SDN 30 itu dipergunakan untuk kegiatan kesenian dengan alat musik.
“Kita minta bangunan ini dirobohkan saja seperti sediakala. Lebih baik lahan ini ditanami pinang dan rumput hijau, sehingga membuat ruang kepala sekolah ini menjadi terang, tidak gelap seperti saat ini,” katanya.
Selain itu, menurutnya, ketika hujan datang air curahan atap bangunan masuk ke wilayah SDN 36, tepat di atas tanaman. “Air curahan atap itu merusak bunga yang berada di ruang kelas. Kita ingin pihak sebelah agar lebih arif, dahulu tidak ada bangunan tersebut semua berjalan lancar,” ucapnya.
Di lain pihak, Kepala SDN 30, Eni Irawati menyebutkan, lahan itu dulu hanya diisi oleh rumput dan pinang. Kebetulan sisa material dari pembangunan kelas berlebih sehingga dibuatkan aula. Ia mengaku sudah membicarakan hal itu dengan Kepala SDN 36.
Melihat situasi di lapangan, Ketua Komisi III DPRD Padang, Helmi Moesim meminta pihak SDN 36 bersabar sejenak. Mengingat pada tahun 2017 akan ada alokasi anggaran DAK pusat untuk pembanguan enam ruang sekolah baru.
“Terkait kebisingan, kita mohon kedua pihak agar berdiskusi bagaimana baiknya. Terkait perobohan, ini mubazir mengingat nanti pembangunan SDN 36 akan dipusatkan ke arah utara. Sedangkan SDN 30 dipusatkan kearah barat. Tentu hal ini tidak akan menimbulkan persoalan lagi,” jelasnya.
Namun, berbeda dengan Helmi, Wakil Ketua Komisi III, Gustin Pramona melihat persoalan tersebut bukan masaah mubazir atau tidak. Namun, situasi yang tidak nyaman dirasakan siswa karena keberadaan aula ini.
“Saya kecewa dengan bangunan antara dua sekolah ini. Sirkulasi udara tak nyaman. Ini bukan persoalan mubazir tapi lebih kepada anak-anak yang setiap hari berada di lokasi ini. Apalagi aula dibangun dari sisa material dan belum ada perencanaan matang. Bangunan juga tidak memiliki IMB, tentunya kita pertanyakan,” jelas Gustin.
Sementara Kabid Sarpras Disdik Rusdi mengatakan bahwa solusi bagi SDN 36 adalah pembangunan ruang kelas baru. Pihaknya sudah mengajukan enam kelas dan akan dibangun pada 2017 nanti. (baim)