
PADANG- Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembinaan dan Pengelolaan Pasar Rakyat yang digagas pemerintah provinsi Sumatera Barat lebih ditujukan kepada payung hukum bagi pemerintah kabupaten dan kota dalam menyusun aturan yang sama. Secara teknis pelaksanaannya, diatur lebih jauh dalam Perda serupa di kabupaten dan kota.
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Rizanto Algamar menegaskan, nafas dari Ranperda tersebut lebih menekankan kepada masalah pembinaan pengelolaan. Pasar rakyat atau sebelumnya dikenal dengan pasar tradisional merupakan tempat aktifitas jual beli bagi masyarakat antara penjual dan pembeli.
“Ini merupakan Perda payung dan lebih menekankan kepada aspek pembinaan pengelolaan sehingga pemerintah kabupatan dan kota bisa menyusun Perda serupa untuk mengatur secara lebih teknis,” kata Rizanto.
Pasar rakyat, kata Rizanto, berlaku aktifitas jual beli yang sesungguhnya. Ada penjual, pembeli, barang yang diperjualbelikan dan yang lebih penting lagi adalah tradisi tawar menawar.
” Proses jual beli sesungguhnya terjadi di pasar rakyat, dimana terjadi proses tawar menawar antara pembeli dan pedagang dalam bertransaksi untuk mendapatkan suatu barang,” ujarnya.
Kondisi ini tidak akan ditemui di pasar modern dimana semua barang dagangan sudah diberi label harga. Pembeli tinggal mengambil barang dan membawanya ke kasir tanpa ada interaksi selain ambil, bayar dan bungkus.
“Tidak terjadi interaksi sosial antara penjual dan pembeli seperti di pasar rakyat sehingga keberadaan pasar rakyat perlu terus dibina pengelolaannya,” lanjutnya.
Untuk merampungkan sebuah aturan yang aplikatif, Rizanto menegaskan, DPRD melalui Komisi II saat ini tengah mendalami pasal per pasal dari draft Ranperda tersebut. Pendalaman dilakukan dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti kepala dinas yang membawahi pasar di kabupaten/ kota, pihak pengelola pasar, akademisi sampai kepada pedagang di pasar tradisional dihadirkan untuk mendapatkan masukan dan saran.
“Masukan, saran, kajian akademis sampai kepada keluhan pedagang pasar menjadi bahan bagi Komisi II dalam mendalami Ranperda tersebut sehingga aturan yang dilahirkan nantinya benar-benar dapat menjawab kepentingan bersama yang lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat pedagang,” tambah Rizanto.
Sementara terkait pengelolaan pasar rakyat yang disebutkan dalam Ranperda oleh koperasi, dia menegaskan bahwa hal itu dapat dilakukan oleh koperasi. Namun tidak menutup kemungkinan pasar-pasar tersebut dikelola oleh lembaga lain sesuai tingkatan dan status pasarnya. Di Sumatera Barat ada pasar rakyat yang berstatus pasar nagari atau pasar desa, ada pasar yang sudah berstatus pasar kabupaten, pasar kecamatan dan ada juga pasar sarikat yaitu pasar yang dikelola secara bersama antara beberapa nagari dan pemerintah kecamatan.
“Bisa saja pasar nagari dikelola oleh badan usaha yang dibentuk oleh pemerintah nagari atau pasar kabupaten dikelola oleh UPT yang dibentuk dan sebagainya. Pada intinya Perda pasar rakyat di provinsi lebih menekankan kepada sisi pembinaan pengelolaan. teknisnya nanti silahkan pemerintah kabupaten dan kota yang mengatur,” tandasnya.
Ranperda Pembinaan dan Pengelolaan Pasar Rakyat menjadi Ranperda prioritas bagi DPRD dan pemerintah provinsi Sumatera Barat dalam masa sidang pertama tahun 2016 ini. Ranperda ini diharapkan dapat memacu peningkatan dan penguatan daya saing Sumatera Barat dalam menghadapi era ekonomi global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai akhir tahun ini. (feb)