DPR: Sumbar Bisa Menjadi Referensi Pengendalian Inflasi Daerah


JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menyampaikan bahwa diperlukan strategi yang tepat dan langkah nyata guna mengendalikan tingkat inflasi di daerah-daerah.

Menurutnya, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) bisa dijadikan referensi dalam penanganan pengendalian inflasi di daerah.

“Inflasi itu berkaitan dengan supply and demand dan tidak bisa kita hindari makanya harus terus dikendalikan. Sumbar bisa kita jadikan referensi di dalam penganganan pengendalian inflasi di daerah,” kata Hafisz yang dilansir dari dpr.go.id, Rabu (7/6).

Namun politisi PAN itu melihat, walau inflasi terjaga, namun Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) masih belum tajam untuk melakukan tugas dan fungsinya secara maksimal, untuk menghilangkan para pemain atau oknum yang membuat pasokan barang-barang menjadi langka.

“TPID akan gagal mengeksekusi kebijakan-kebijakan yang terkait inflasi bila harga-harga memang benar-benar sudah tidak terkendali, karena TPID belum ada kekuatan anggaran yang memadai dan payung hukum untuk mempengaruhi pasar,” imbuh Hafisz.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam mengakui bahwa pemaparan jajaran Pemprosv Sumbar kepada Komisi XI DPR RI dinilai telah berhasil menghilangkan faktor-faktor supply and demand, khususnya pada barang-barang yang termasuk volatile food.

“Faktor inflasi yang susah untuk dikendalikan itu hanya menyangkut tentang administrate price, yakni harga-harga yang telah ditetapkan karena konsekuensi dari harga pusat, diantaranya harga tarif listrik BBM, tiket pesawat, dan elpiji gas. Saya mengapresiasi TPID dan Pemprov yang berhasil menekan volatile food-nya,” papar politisi PKS itu.

Lebih lanjut, Ecky menekankan pentingnya pengendalian inflasi terutama pada saat bulan Ramadan dan menghadapi Hari Raya Idul Fitri, dimana biasanya terjadi tingginya konsumsi masyarakat terhadap barang-barang.

“Komoditas utama penyumbang inflasi bulanan di Sumbar adalah cabai merah, bensin, mie, daging has, dan bawang merah. Harga-harga komoditas ini perlu dikendalikan harganya.Kalau tidak, akan membuat konsumsi rumah tangga dan industri menurun, yang akibatnya menimbulkan keresahan di masyarakat,” jelas Ecky.

Sebelumnya Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Irwan Prayitno optimis inflasi di Sumatra Barat selama periode puasa hingga lebaran 1439 H bisa terkendali.

Menurut Irwan, sebenarnya persoalan inflasi ini disebabkan antara supply and demand dalam ilmu ekonomi, adalah penggambarkan atas hubungan dipasar.

Model penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga dan kuantitas yang terjual di pasar.
Irwan mengatakan, persoalan ramadhan dan lebaran bagi orang Sumatera Barat, naiknya harga tiket garuda sebagai standar bagi penerbangan lainnya, pada dalam jarak tempuh yang sama 1,5 jam murah, kenapa mahal di Padang karena permintaan tinggi dan pesawat sedikit.

Menyikapi hal tersebut, Irwan mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk menurunkan tarif batas atas khusus rute Padang-Jakarta, pulang-pergi.

Langkah ini diambil karena berkaca pada Lebaran 2017 lalu, tarif tiket pesawat menjadi komponen paling wahid sebagai penyebab inflasi. (Peb)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.