
PADANGPANJANG- Satu keluarga warga Padang Laweh Malalo Kecamatan Batipuh Selatan Kabupaten Tanahdatar dibebaskan dari tuduhan penyerobotan lahan.
Farida, suami dan anak-anaknya dalam sidang tindak pidana ringan (tipiring) di Polres Padangpanjang dinyatakan belum bisa dipastikan bersalah atas tuduhan penyerobotan lahan.
Vonis bebas tersebut diputuskan dalam sidang tipiring di Mapolres Padangpanjang dengan hakim tunggal Sartika Dewi Hapsari pada tanggal 4 dan 5 Februari 2021 lalu.
Farida dilaporkan dengan tuduhan penyerobotan lahan oleh seorang bernama H. Yohanes mewakili investor kawasan wisata dari Nagari Sumpur.
Hakim Sartika Dewi Hapsari memutuskan Farida, suaminya Abidin dan anaknya Syahrul belum dapat dinyatakan melakukan perbuatan pidana penyerobotan tanah.
Dalam sidang yang digelar selama dua hari, Farida melalui kuasa hukumnya, H Muharnis SH, Khairul Nuzli SH, Andrian SH, Erinaldi SH menghadirkan saksi-saksi yang menguatkan bukti dan sejarah kepemilikan tanah yang dilaporkan diserobot. Lahan tersebut merupakan tanah ulayat kaum Farida yang berasal dari pusaka tinggi kaum Datuak Kabasaran Nan Itam.
“Keputusan hakim kami nilai sudah tepat. Klien kami belum dapat dinyatakan melakukan perbuatan pidana menguasai tanah tanpa izin sebagaimana yang telah didakwakan melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 51 tahun 1960,” kata Khairul Nuzli.
“Untuk itu, klien kami telah bebas dari tuntutan,” tambahnya.
Farida dan keluarganya dilaporkan oleh perwakilan investor bernama H Yohanes ke Mapolda Sumbar. Ketika itu, Farida juga sedang melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Padangpanjang.
Tokoh masyarakat Malalo Tigo Jurai Nofrija menerangkan, Farida mendapatkan dan mengelola tanah tersebut secara turun temurun sebagai pusaka tinggi. Tanah tersebut mulanya adalah sawah, namun karena rumah mereka dilanda banjir bandang, Farida membangun rumah di atas tanah tersebut.
“Namun mereka diusir dan dilaporkan oleh orang-orang yang mengaku perwakilan investor,” kata Nofrija, Rabu (3/3/2021).
Dia memaparkan, pihak dari nagari tetangga mengklaim kawasan itu sebagai milik mereka dan membuat sertifikat tanpa sepengetahuan Farida dan Pemerintahan Nagari Padanglaweh Malalo. Kemudian, tanah yang sudah disertifikatkan itu dijual kepada investor dari Jakarta.
R Datuak Syarikan, salah seorang ninik mamak menyebutkan, selain lahan Farida di bawah kaum Datuk Kabasaran Nan Itam, terdapat 9 bidang tanah milik kaum lain yang disertifikatkan dengan total 60 hektar. Permohonan sertifikat dilakukan melalui Nagari Sumpur sehingga warga Padanglaweh Nagari Malalo tidak nengetahui.
“Selain sertifikat di atas tanah ulayat milik Farida, terungkap sertifikat lain yang juga dijual kepada seorang pengusaha di Jakarta. Sertifikat di lahan seluas 60 hektar itu dipecah-pecah menjadi 23 persil,” paparnya.
Wali Nagari Padanglaweh Malalo Akhyari Datuak Tan Larangan memaparkan, pihaknya telah memprotes penerbitan sertifikat tersebut. Menurutnya, lahan di Jorong Rumbai itu sudah dikelola turun temurun oleh warga sejak ratusan tahun.
“Kami sudah menyampaikan protes atas penerbitan sertifikat. Apakah BPN tidak melihat ke lokasi saat pengukuran. Sejak kapan ada perubahan nama jorong tanpa sepengetahuan kami. Proses penerbitan sertifikat itu juga tidak benar karena kami tidak pernah melihat ada petugas mengukur,” kata Akhyari.
Menurutnya, pihak pemerintah nagari bersama Kerapatan Adat Nagari (KAN) Padanglaweh Malalo telah melayangkan protes ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanahdatar atas penerbitan sertifikat tertanggal Januari 2020 tersebut.
Pihak Kenagarian dan KAN menyebut, lahan seluas 5.870 meter persegi yang disertifikatkan oleh warga Sumpur itu adalah milik ulayat Malalo Tigo Jurai. Ketua KAN bersama wali nagari dan perangkat nagari bersama tim tapal batas dan ulayat telah mendatangi kantor BPN Tanahdatar pada tanggal 5 Oktober 2020 untuk menyampaikan penolakan secara langsung dan tertulis. (Amd/rls)