Dialog FKPT di Padangpanjang, Perempuan Sangat Rentan Terpapar Paham Radikalisme

PADANGPANJANG – Walikota Padang Panjang, Fadly Amran menilai besarnya negara Indonesia dengan keragaman suku dan budaya mengagumkan bagi bangsa lain. Ia menyebut contoh, Amerika Serikat baru mendekrasikan penghapusan diskriminasi tahun 1966. Sementara bangsa Indonesia meskipun belum merdeka tahun 1928 sudah mendeklarasikan nikai-nilai kesamaan sebagai sebuah bangsa, yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Ketika membuka dialog dengan tema Perempuan Agen Perdamaian yang digelar Bidang Perempuan dan Anak FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) Sumbar, di Padang Panjang, Kamis (24/9/2020), Fadly Amran mengingatkan, waspada terhadap gerakan yang akan memecah belah bangsa.

“Jangan terpengaruh dengan isu-isu radikal dan terorisme. Kita punya Pancasila yang sudah teruji menyatukan kekuatan dalam perbedaan,” ujar Wali Kota Padang Panjang yang berasal dari KNPI.

Dialog Perempuan Agen Perdamaian diikuti sekitar 90 peserta dari berbagai organisasi wanita dari Padang Panjang, Tanah Datar dan sekitarnya, juga menghadirkan sejumlah narasumber baik dari BNPT maupun FKPT Sumbar.

Ketua FKPT Sumbar, DR Zaim Rais, MA, menyebutkan, kemampuan perempuan tidak perlu diragukan dalam membawa kesejukan. Saat dunia dilanda problem termasuk paham radikalisme yang memecah belah anak bangsa, perempuan dari berbagai kelompok dapat diandalkan mencari jalan damai menuju persatuan.

Sementara itu Kabid Perempuan FKPT Sumbar, Nini Arlin, MM, paham radikalisme dapat dipicu oleh berbagai sebab, antara lain kesenjangan sosial, kesejahteraan, ilmu agama yang dangkal. Dengan memahami hal itu, maka ibu-ibu bisa memberi pencerahan diberbagai forum.

“Majelis taklim, arisan dan tempat-tempat pengajian bisa dimanfaatkan untuk berbagi pengetahuan disamping mengontrol anak-anak yang bermain internet,” urai Nini.

Acara yang digelar di Waterpark Mifan, Padang Panjang itu mendapat perhatian besar dari kaum ibu saat berlangsung dialog dengan narasumber.

Kolonel Sus Solihuddin Nasution, Kasubdit Bina Masyarakat BNPT, menjawab pertanyaan peserta menjelaskan, perempuan sangat rentan terpapar paham radikalisme, tetapi juga menjadi pihak yang punya kekuatan besar dalam menangkal dan mencegah.

“Yang penting ibu-ibu paham ciri-ciri orang yang membawa paham radikalisme, yaitu ; intoleran, anti Pancasila, anti NKRI dan takfiri,” papar kolonel yang akrab disapa Solnas ini.

Sejumlah penanya dari Aisyah Muhammadiyah, PGRI dan IKWI (Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia) Padang Panjang, juga terlontar kepada narasumber Suraiya Kamaruzzaman, seorang aktivis perempuan dari Aceh.

Dikatakan, perempuan biasanya dijadikan alat oleh kelompok radikalisme untuk mencapai tujuan. “Maka ibu-ibu harus waspada tehadap ciri-ciri orang yang membawa paham terlarang itu, seperti melalui media sosial, pertemanan, pengajian dan lain-lain,” sebutnya.

Pada acara Perempuan Agen Perdamaian itu, kaum ibu Padang Panjang mendeklarasikan kesepakatan untuk menjaga keluarga dari terpapar paham radikalisme.

Deklarasi tersebut diimplementasikan dengan menyampaikan informasi dan pencerahan tentang bahaya radikalisme yang akan memicu tindakan terorisme.

Ibu-ibu peserta dialog bertekad berbagi ilmu pengetahuan kepada anggota organisasi, mengajak berpikir positif sehingga mampu menilai sesuatu yang mencurigakan, dan melindungi anak-anak sendiri dari generasi milenial agar tercegah dari arus yang merusak masa depan mereka. (rel)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.