
PADANG – Politisasi birokrasi menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) baik gubernur maupun bupati dan wali kota, bukan fenomena baru. Malah persoalan ini bisa dikatakan beririsan seiring dengan adanya pelaksanaan Pilkada itu sendiri.
Terkait fenomena tersebut, calon wakil gubernur Sumatera Barat Genius Umar mengutarakan pendapatnya. Menurutnya, saat ini adalah era reformasi, di mana reformasi birokrasi termasuk di dalam agendanya. Dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
“Reformasi birokrasi merupakan bagian dari reformasi itu sendiri. Untuk menciptakan tata kelola pemerintahanbyang bersih dan akuntabel,” kata Genius didampingi Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sumatera Barat Febby Datuak Bangso Nan Putiah, dalam perbincangan dengan wartawan, Kamis (3/12/2020) malam.
Dia menilai, ketika calon kepala daerah tidak lagi konsisten pada tata kelola pemerintahan yang bersih, ketika terpilih nanti, bisa terbuka peluang melakukan intervensi terhadap jabatan-jabatan di birokrasi. Apalagi kalau calon terpilih berasal dari partai politik.
“Padahal pemetaan dalam jabatan birokrasi itu dilakukan by system, berdasarkan profesionalitas. Ada jenjang dan jangka yang harus dilalui, tidak serta merta,” ujar Calon Wakil Gubernur Sumbar nomor urut 3 ini.
Apabila rambu – rambu itu dilanggar, sebut Genius, apalagi dengan menggunakan intervensi politik, menyebabkan ASN (birokrat) tidak lagi profesional.
“Semisal seorang ASN bisa naik jabatan atau tidak, dikaitkan dengan unsur – unsur pertimbangan politik. Sebutlah intervensi atau bisik – bisik tim sukses yang berasal dari parpol pengusung. Ini sangat berbahaya dan sangat merusak birokrasi,” ulas Wali Kota Pariaman yang sedang cuti karena ikut kontestasi Pilgub Sumbar ini.
Malah, lanjutnya, dalam konsep publik administrasi ada pemisahan antara jabatan politik dengan jabatan birokrasi. Kalau kepala daerahnya berasal dari jalur politik, intervensinya jangan terlalu jauh pada birokrasi.
Kepala daerah dimaksud hendaknya mengarahkan birokrasi itu melalui sekretaris daerah, dan para kepala OPD. “Tepatnya begitu, Sekda atau pimpinan ASN di OPD masing – masing yang tahu arahnya. Kepala daerah cukup secara makro,” ujarnya.
“Ketika ada partai tertentu yang birokrasi di suatu daerah maka daerah itu akan hancur nantinya,” timpalnya.
Sementara, Febby Dt Bangso menerangkan kepala daerah itu memang sebuah jabatan politik. Namun tidak serta merta orang partai politik bisa berada atau mengintervensi birokrasi.
Menyoal suasana Pilkada yang justru dominan memberikan intervensi politik kepada birokrasi, Febby menilai, hal itu jelas ada penyebab.
“Satu pihak ingin mengerogoti posisi birokrasi, sementara dari pihak yang satunya lagi ingin mendapatkan jabatan,” bebernya.
Febby mengungkapkan, kalau itu yang terjadi maka harapan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan akuntabel tidak akan terwujud. “Tidak akan ada harapan pemerintahan baik dan bersih kalau itu yang terjadi,” pungkasnya. (Febry/rls)
Komentar