PADANG – Anak-anak zaman sekarang dihadapi persoalan krisis nilai dan karakter. Selain pengaruh gadget, waktu kebersamaan antara anak dan orang tua saat ini juga makin sedikit. Kadangkala, orang tua dan anak, sama-sama pulang atau hanya bertemu saat sore hari. Itupun disibukkan dengan kegiatan masing-masing.
Trainer berakreditasi internasional yang juga volunteer di Save The Children dan Living Values Education, Fitri Laurent menekankan pada orang tua pentingnya waktu yang berkualitas bagi anak. Setidaknya, orang tua dalam sehari harus menyediakan minimal waktu 30 menit yang bernilai bagi anak.
“Waktu bersama tersebut dalam artian fokus pada anak tanpa disambi dengan pekerjaan lain. Waktu bersama anak yang penting adalah kualitasnya, bukan lamanya. Terserah orang tua waktunya kapan,” kata Fitria Laurent saat menjadi nara sumber di semiloka ‘Metode 30 Menit Bernilai’ di aula Bappeda Sumbar, Sabtu dan Minggu (27-28/10). Seminar dan lokakarya tersebut diadakan oleh Rumah Anak Saleh (RAS) dan dibuka oleh Ketua Yayasan RAS, Apwidhal.
Menurut Fitria, penelitian di 64 negara membuktikan bahwa waktu kebersamaan antara anak dan orang tua sangat minim. Dari penelitian tersebut, waktu bersama yang benar-benar fokus tanpa disambi antara ibu dengan anak tak lebih dari 11 menit sehari. Sementara, waktu berkomunikasi dengan ayah lebih sedikit dari itu, yakni hanya 7 menit.
Dengan minimnya waktu yang berkualitas antara anak dan orang tua, membuat anak-anak saat ini mengalami krisis nilai. Padahal, karakter berasal dari keteladanan dan kebiasaan. Dengan waktu yang sangat sedikit tersebut, tak heran jika anak-anak sekarang kekurangan keteladanan. Anak-anak memiliki sangat sedikit waktu untuk melihat dan mempelajari perilaku orang dewasa, terutama orang tua.
Dalam 30 menit bernilai tersebut, orang tua bisa mentransfer nilai-nilai lewat cerita, kegiatan latihan dan bertutur dengan anak tanpa disambi atau fokus. Penting untuk bertutur dan berbagi cerita bersama anak.
“Tempatkan bahwa ia adalah anak saya. Anak adalah buah hati tempat berbagi, bukan untuk mendikte. Bila kita hanya bertanya dan mendikte, itu menempatkan diri kita sebagai manejer. Jika itu yang terjadi, maka anak merasakan kebersamaan dengan orang tua hal yang membosankan,” bebernya.
Yang dibutuhkan sekarang adalah waktu dan cara. Orang tua harus menyediakan waktu dan memahami cara dalam menanamkan karakter anak. Caranya dengan merasakan, membayangkan, melakukan dan berbagi.
“Walaupun sebentar cuma 30 menit, tapi itu sangat berarti,” kata Fitria yang sudah menulis tiga buku tentang pendidikan berbasis nilai-nilai.
Sementara itu, Manajer RAS, Galant Victory mengatakan, kegiatan semiloka tersebut bertujuan untuk berbagi cara kepada akademisi dan masyarakat tentang menanamkan karakter anak melalui apa yang dilakukan di RAS, yakni ’30 menit bernilai’. Menurutnya, dengan tantangan pendidikan pada anak saat ini, orangtua perlu memberikan waktu yang berkualitas pada anak. Dengan 30 menit tersebut, meskipun pada orang tua yang memiliki waktu terbatas, mereka tetap bisa memberikan nilai-nilai pada anak.
“Melalui seminar ini, setidaknya bisa menjadi referensi bagi orang tua ataupun guru untuk menumbuhkan karakter pada anak. Caranya dengan 30 menit yang bernilai tersebut,” katanya.
Dikatakan, RAS concern pada pengembangan karakter anak. Pada awalnya, RAS hanya berupa rumah singgah. Setelah itu, sempat dikembangkan menjadi bimbel. Namun, melihat dari kondisi bahwa anak-anak hanya bisa duduk tenang selama 30 menit, maka RAS membuat konsep ’30 menint bernilai’. Dalam 30 menit tersebut, anak-anak diberi penanaman nilai-nilai melalui sejumlah alur, memberi kisah-kisah keteladanan dan menanamkan karakter pada anak sambil bermain. (rin)
Komentar