PADANG – Kepala Sub Bidang Pembentukan Produk Hukum Daerah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat Yeni Nel Ikhwan mengingatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di provinsi dan kabupaten/ kota untuk berhati-hati menyikapi surat edaran (SE). SE hanyalah pengumuman biasa yang tidak termasuk dalam kesatuan sistim hukum nasional.
Hal itu disampaikan Yeni Nel Ikhwan dalam bimbingan teknis penyuluhan hukum KPU Provinsi Sumatera Barat terhadap komisioner bidang hukum dan Bagian Hukum Sekretariat KPU kabupaten/ kota, Selasa (31/5). Menurutnya, SE harus disikapi hati-hati dengan melakukan kajian terlebih dahulu apakah tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
“Komisioner KPU dan bagian hukum Sekretariat harus memahami ini. SE tersebut bukan produk hukum dan tidak termasuk dalam kesatuan sistim hukum,” katanya.
Jika SE tersebut tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan, penerima SE boleh saja melaksanakan edaran dari yang memberi edaran. Namun jika bertentangan, sebaiknya edaran tidak dipatuhi atau dilaksanakan sebab kedudukan SE tersebut tidak sama dengan UU, Peraturan KPU, Peraturan Menteri atau semacamnya.
“SE hanya bersifat pengumuman, bukan peraturan. Jika yang tertuang di dalam edaran bertentangan dengan UU, yang salah adalah penerima edaran bukan pemberi edaran. Jadi harus berhati-hati,” ujarnya.
Dalam kontek KPU, Edaran KPU RI tidak sama dengan Peraturan KPU. Jika ada edaran yang bertentangan dengan Peraturan KPU, yang harus dipatuhi dan dipedomani adalah Peraturan KPU bukan edaran. Sebab jika edaran yang dilaksanakan dan nantinya ada permasalahan yang berimplikasi hukum, yang bertanggungjawab adalah yang menerima, bukan KPU RI.
Dia melihat, sejauh ini masih ada semacam anggapan bahwa Surat Edaran harus dilaksanakan. Entah karena loyalitas atau faktor lain.
“Namun pada prakteknya, penerima edaran, misalnya gubernur yang menerima edaran dari kementerian atau KPU Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang menerima edaran dari KPU RI menganggap bahwa edaran tersebut yang mesti dilaksanakan meskipun menyalahi aturan perundang-undangan,” tandasnya.
Kepala Bagian Hukum Teknis dan Hupmas KPU Provinsi Sumatera Barat Agus Catur Rianto menerangkan, Bimtek penyuluhan hukum tersebut dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman hukum para penyelenggara pemilu di kabupaten dan kota sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melahirkan keputusan yang bisa berujung kepada gugatan ke PTUN.
“Keputusan KPU yang salah bisa menjadi objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dengan meningkatkan pemahaman ini diharapkan pembuatan keputusan tidak lari dari substansi dan tidak menyalahi aturan perundang-undangan,” terangnya. (feb)
Komentar