PADANG – Sosialisasi pengaturan pembawaan Uang Kertas Asing (UKA) ke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia terus digencarkan Bank Indonesia (BI). Pembawaan UKA ini diatur dalam Peraturan BI nomor 20/2/PBI/2018 yang efektif berlaku mulai 1 Juni 2018.
Digencarkannya sosialisasi tersebut berkaitan dengan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan pembawaan UKA yang mulai efektif berlaku awal September 2018 ini. BI menggandeng Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sosialisasi di kantor Perwakilan Bank Indonesia wilayah Sumatera Barat, Senin (17/9) menghadirkan Direktur Hukum PPATK Fitriadi Muslim, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Hariyadi Ramelan serta dari Direktorat Penindakan Dirjen Bea Cukai, Fillar Marindra.
“Pengaturan yang dilakukan melalui PBI bertujuan antara lain untuk meminimalisir adanya aktifitas pembawaan UKA yang dapat berpotensi mengganggu stabilitas nilai rupiah dan bersinergi dengan upaya pemerintah dalam mencegah tindak pidana pencucian uang,” kata Hariadi Ramelan, Direktur Eksekutif Departeman Komunikasi BI.
Dia menegaskan, setiap orang dilarang membawa uang kertas asing dari atau ke Indonesia di atas (equivalent) Rp1 miliar. Pembawaan UKA lintas batas hanya boleh dilakukan oleh badan berizin yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
“Pelanggaran terhadap ketentuan PBI tentang pembawaan UKA ini dapat dikenakan sanksi denda dan sanksi administratif,” tegasnya.
Dia memaparkan sanksi denda dimaksud adalah semua pihak yang tidak memiliki izin dan/ atau persetujuan pembawaan UKA dikenakan denda 10 persen dari seluruh UKA yang dibawa, maksimal (setara/eq) Rp300 juta. Sedangkan badan berizin yang membawa UKA melebih jumlah yang disetujui BI dikenakan denda 10 persen dari selisih jumlah yang dibawa dengan yang disetujui, maksimal (setara/eq) Rp300 juta.
Sementara untuk sanksi administratif dapat dikenakan kepada badan berizin apabila tidak memiliki persetujuan pembawaan UKA. Sanksi juga bisa dikenakan apabila badan berizin tidak menggunakan jasa Perusahaan Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR). Menurutnya, badan berizin dimaksud adalah lembaga perbankan atau Kegiatan Usaha Penukaran Uang Asing Bukan Bank (KUPVA BB).
Direktur Hukum PPATK Fithriadi Muslim menambahkan, kewajiban untuk memperoleh izin pembawaan UKA seperti diatur dalam PBI tidak menghapus kewajiban pelaporan atas pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lainnya ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia. Pelaporan tersebut diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Peraturan Bank Indonesia nomor 20/2/PBI/2018 tentang perubahan PBI nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan UKA ke dalam dan ke luar Daerah Pabean Indonesia efektif berlaku sejak tanggal 4 Juni 2018. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan pembawaan UKA tersebut efektif berlaku mulai 3 September 2018.
Bank Indonesia melahirkan aturan tersebut adalah dalam rangka menjaga stabilitas moneter serta menjaga kestabilan nilai rupiah. Namun, pengaturan pembawaan UKA tersebut tidak dimaksudkan sebagai alat kontrol devisa.
Selain itu, pengaturan pembawaan UKA juga dalam meminimalisir tindak pidana pencucian uang dan tindakan lainnya yang melanggar aturan perundang-undangan. Aturan ini diyakini juga mendorong penggunaan sistem transaksi non tunai yang saat ini terus digalakkan. (fdc)
Komentar