Yulita Susanti, perempuan berusia 37 tahun, warga Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Merupakan bendahara kelompok usaha menjahit D’Kartinis. Ibu dari tiga orang anak itu menggeluti usaha menjahit bersama beberapa orang ibu-ibu lainnya setelah mendapatkan pelatihan dari Program Kemitraan dari PT Pertamina sejak tahun 2017. Memulai usaha menjahit sejak tahun 2018, setelah mendapat pembekalan keterampilan melalui program kemitraan tersebut.
Santi tidak pernah terpikir sebelumnya akan menekuni usaha menjahit. Dia benar-benar belajar dari nol. Tanpa pengalaman, bahkan menggunakan mesin jahit saja belum pernah sekalipun sebelumnya.
Bersuamikan seorang nelayan dengan kehidupan ekonomi yang pas-pasan, menjadi motivasi bagi Santi untuk ikut berusaha membantu suami. Namun ia bingung mau usaha apa sebab perempuan lulusan SLTA ini tidak memiliki keahlian ataupun modal yang cukup untuk berusaha.
Kesempatan datang ketika ada program kemitraan dari Pertamina pada tahun 2017. Santi memberanikan diri ikut program pelatihan menjahit yang diadakan melalui program itu. Meskipun awam, namun tekadnya untuk belajar membawa langkah pasti mengikuti program tersebut.
“Belum pernah mengenal mesin jahit sebelumnya, namun ketika ada kesempatan mendapatkan pelatihan, saya memberanikan diri mengikuti program tersebut karena saya berkeinginan harus berbuat sesuatu untuk membantu suami menopang ekonomi keluarga,” ungkapnya.
Pelatihan awal yang diikuti oleh Santi dari program kemitraan itu adalah menjahit baju. Kemudian, pelatihan berlanjut dengan menjahit jilbab. Setelah itu, peserta pelatihan dibantu sebuah mesin jahit untuk modal usaha, berikut pendampingan oleh fasilitator.
“Awalnya kami ada 15 orang yang mengikuti pelatihan, membentuk Sanggar D’Kartinis pada tahun 2018 dan mulai membuka usaha menjahit,” kata Santi.
Memilih spesifik usaha jahitan yang bisa terus berproduksi, Santi dan kawan-kawan mencoba menjahit sprei. Gagasan memproduksi sprei didukung pendampingan oleh fasilitator dari Human Interactive (HI) Sumbar yang memandu mereka dalam program kemitraan tersebut.
“Alhamdulillah usaha berjalan lancar dan hasil produksi kami sudah mulai dipasarkan. Pesanan secara perlahan mulai berdatangan baik dari masyarakat sekitar maupun dari luar daerah,” ceritanya.
Setahun lebih usaha tersebut berjalan, wabah pandemi melanda seantero negeri. Usaha Sanggar D’Kartinis yang sudah mulai berkembang pun terguncang. Santi dan kawan-kawan sempat merasa gamang.
Pandemi Covid-19 membawa dampak sangat buruk tidak saja kesehatan masyarakat tetapi yang lebih parah adalah dampak ekonomi. Tanpa kenal ampun, wabah korona terus menyebar di berbagai negara tak terkecuali di Indonesia.
Perekonomian terpuruk, banyak perusahaan terpaksa mengambil kebijakan mengurangi karyawan demi efisiensi keuangan. Usaha kecil dan menengah pun mulai terimbas hingga ada yang mati suri atau terpaksa gulung tikar.
Dari sisi pemerintah pun dampaknya tak kalah hebat. Pengelolaan keuangan pun terpaksa harus di-refocussing demi penanganan pandemi. Berbagai program kegiatan terpaksa harus digeser dan ditunda pelaksanaannya demi memenuhi anggaran untuk penanganan dampak kesehatan, sosial dan ekonomi.
Tidak dipungkiri, belanja pemerintah menjadi salah satu penggerak roda perekonomian masyarakat. Mulai dari perusahaan penyedia jasa konstruksi, penyedia barang dan jasa, usaha makanan dan minuman, toko bahan bangunan, hingga ke pekerja kasar atau buruh bangunan secara langsung atau tidak langsung masih bergantung kepada aktivitas program pemerintah.
Aktivitas perkantoran juga turut berkontribusi menggerakkan perekonomian. Paling tidak, usaha kuliner di sekitar perkantoran mendapatkan manfaat ekonomi melalui pemenuhan kebutuhan makan dan minum karyawan. Karena pandemi, perkantoran sepi, pegawai dan karyawan bekerja dari rumah.
Dampak itu semua, daya beli masyarakat menjadi menurun. Penghasilan jauh berkurang sehingga lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebutuhan bahan pangan pokok lebih utama alih-alih untuk membeli pakaian dan sebagainya.
Santi dan kawan-kawan sempat dilanda kebingungan. Betapa tidak, mereka bukanlah pengusaha bermodal tebal. Mereka hanyalah keluarga nelayan yang mendapatkan pelatihan keterampilan menjahit melalui program kemitraan Pertamina dan membentuk kelompok usaha untuk membantu ekonomi keluarga.
Namun, anggota Sanggar D’Kartinis ingin membuktikan bahwa mereka adalah perempuan tangguh. Mereka tidak akan menyerah dengan keadaan. Hidup terus berjalan, siap atau tidak menyiasati keadaan. Meskipun bukan pebisnis handal, namun Santi dan rekan-rekan bisa membaca peluang.
Pada saat pandemi Covid-19, masyarakat harus mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus. Pemerintah menetapkan memakai masker sebagai salah satu poin protokol kesehatan. Artinya masker menjadi kebutuhan.
Menangkap peluang tersebut, Sanggar D’Kartinis mulai berinovasi. Membuat masker non medis menjadi solusi agar produksi kelompok usaha tersebut tidak terhenti, sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat di tengah pandemi.
Gagasan sanggar tersebut mendapat support dari fasilitator. Berbekal sedikit modal yang tersimpan, Santi dan kawan-kawan membeli kain untuk bahan membuat masker. Tak dinyana, produksi masker buatan Sanggar D’Kartinis langsung mendapat pangsa pasar. Pesanan datang dari berbagai instansi pemerintah, swasta baik dari dalam maupun luar Kota Padang, bahkan ada yang dikirim ke Pulau Jawa.
“Salah satu instansi pemerintah yaitu Dinas Koperasi UMKM provinsi pernah memesan lima ribuan lembar masker. Pertamina juga ikut memesan masker produksi kami. Pesanan juga datang dari berbagai daerah bahkan ada yang datang dari Pulau Jawa,” ujar Santi.
Dalam kesulitan pasti ada kemudahan, selalu ada hikmah dalam setiap kejadian. Demikianlah Santi dan kawan-kawannya berpendapat terkait kondisi pandemi yang tengah melanda. Keterampilan yang diperoleh dari pelatihan program kemitraan Pertamina sangat dirasakan manfaatnya dalam kondisi sulit di masa pandemi.
“Di satu sisi pandemi korona telah menyebabkan kondisi ekonomi menjadi sulit namun di sisi lain, dengan bekal keterampilan menjahit yang didapatkan, sekaligus memberikan berkah bagi kami,” ucapnya.
Selama masa pandemi, Santi mengaku sanggarnya telah memproduksi puluhan ribu lembar masker kain non medis. Bahan pembuatannya dibeli di Pasar Raya Padang, sebagian besar berwarna putih. Namun ada juga yang bercorak dan bermotif terutama untuk memenuhi kebutuhan kaum remaja dan anak-anak.
“Keuntungan yang diperoleh dari produksi dan penjualan masker sangat membantu ekonomi keluarga di masa-masa sulit tersebut. Setelah disisihkan modal kerja, kami masih memperoleh keuntungan yang lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta tidak lupa menyisihkannya untuk ditabung,” ujarnya.
Berkat penghasilan dari usaha tersebut, Sanggar D’Kartinis saat ini juga telah menempati satu outlet meskipun masih dengan cara menyewa. Saat ini, setelah pesanan masker tidak lagi tinggi dan wabah pandemi Covid-19 sudah menunjukkan tren penurunan, Sanggar D’Kartinis kembali ke produksi awal yaitu sprei. Bermodal mesin jahit dan obras serta keterampilan yang telah diberikan melalui program kemitraan Pertamina, Santi dan kawan-kawan terus berproduksi.
“Untuk sprei, kami berproduksi setiap hari dan harus selalu ada stok karena pesanan selalu ada. Selain itu, masyarakat sekitar juga membeli dengan sistem arisan,” katanya.
Santi menyebutkan, harga sprei produksi D’Kartinis relatif terjangkau. Satu lembar sprei dijual pada kisaran harga Rp300 ribu sampai Rp400 ribu tergantung kualitas bahan. Ada pelanggan membeli langsung sprei yang sudah tersedia, namun ada juga yang memesan sesuai keinginan.
Santi mengungkapkan, pelatihan yang dia ikuti melalui program kemitraan Pertamina telah membantu dirinya ikut menjadi pahlawan dalam keluarga bersama suami tercinta yang berprofesi sebagai nelayan. Bahu membahu dalam memenuhi kebutuhan keluarga, terutama untuk mempersiapkan masa depan anak-anak mereka.
Terkait Program Kemitraan Pertamina atau Small Medium Enterprise Partnership Program and Social Responsibility (SMEPP & SR), Unit Manager Communication & CSR PT Pertamina MOR I, Taufikurrachman menjelaskan, merupakan program bina lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ditujukan untuk masyarakat.
Program kemitraan tersebut menurut Taufik merupakan komitmen Pertamina untuk ikut melaksanakan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. SMEPP & SR merupakan upaya Pertamina untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar memiliki usaha yang tangguh dan mandiri.
“Pertamina berkomitmen untuk membantu pelaku UMKM menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri. Program kemitraan dilakukan tidak sekedar memberikan bantuan modal usaha tetapi yang lebih penting adalah pembinaan, pelatihan, pendampingan dan ikut mencari peluang pemasaran,” sebut Taufik.
Selama masa pandemi, sektor ekonomi mengalami dampak serius. Banyak pelaku usaha termasuk UMKM yang mengalami kesulitan bahkan hingga gulung tikar karena tidak sanggup bertahan. Bagi mitra binaan Pertamina, akan terus dilakukan pendampingan agar mampu bertahan di tengah krisis.
“Sanggar D’Kartinis merupakan salah satu dari sekian banyak UMKM yang menjadi mitra binaan Pertamina. Selama masa pandemi berlangsung, sanggar tersebut berinovasi dengan menggagas usaha membuat masker non medis. Suatu hal yang sangat membanggakan ketika mitra kami mampu berkreasi dan menangkap peluang usaha dalam setiap kondisi,” ujarnya.
Taufik menegaskan, program kemitraan Pertamina merupakan community development, membangun kekuatan dan kemandirian masyarakat dalam perekonomian. Dari program tersebut, diharapkan akan terbentuk komunitas ekonomi yang tangguh, berproduksi secara berkesinambungan serta mampu berinovasi untuk menjawab kebutuhan pasar.
Dia menyebut, Sanggar D’Kartinis cukup kuat dalam menghadapi situasi sulit di masa pandemi. Kelompok usaha tersebut beranggotakan perempuan-perempuan tangguh yang mampu menjawab tantangan dengan berbekal keterampilan yang dimiliki. Taufik berharap, seluruh mitra binaan Pertamina menjadi inspirasi bagi masyarakat lainnya, menjadi agen perubahan dalam mewujudkan kemandirian ekonomi. (*)
Keterangan: Poto – poto adalah koleksi pribadi Yulita Susanti, bendahara Sanggar D’Kartinis
Penulis : Febri D Chaniago (PEBRIUS DWINUS) Wartawan Madya 9749
Ditulis untuk dilombakan dalam Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) tahun 2021
Komentar