PADANG – Bank Indonesia mulai menerapkan sanksi terkait aturan pembawaan Uang Kertas Asing (UKA). Peraturan yang berlaku efektif sejak tanggal 4 Juni 2018 itu akan diterapkan denda terhadap pelanggarannya mulai tanggal 3 September 2018 mendatang.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia wilayah Sumatera Barat Endy Dwi Tjahjono menegaskan, penerapan tersebut adalah dalam rangka menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang asing. Dasar dari Peraturan BI tentang Pembawaan UKA ke dalam / luar daerah pabean Indonesia tersebut adalah UU nomor 23 tahun tahun 1999 dan UU nomor 6 tahun 2009 serta UU nomor 24 tahun 1999.
Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi latar belakang pengaturan pembawaan UKA tersebut. Kondisi saat ini, aktifitas pembawaan UKA ke dalam dan luar daerah pabean Indonesia masih tinggi.
“Sementara itu belum terdapat data atau informasi mengenai pembawaan UKA lintas batas serta belum terdapat instrumen untuk mengendalikan pembawaan UKA ke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia,” terangnya.
Permasalahannya, pembawaan UKA berpotensi menambah tekanan terhadap nilai tukar. Kemudian, menimbulkan dampak psikologis yang mempengaruhi ketidakstabilan nilai tukar Rupiah. Selain itu, penggunaan valuta asing (valas) perlu dikendalikan sejalan dengan UU Mata Uang.
Dia menambahkan, kondisi yang diharapkan dari pengaturan tersebut adalah antara lain untuk mendukung efektifitas kebijakan moneter. Kemudian juga untuk memperoleh informasi terkait dengan motif (underlying).
“Dengan PBI dimaksud, BI memiliki instrumen untuk mengendalikan pembawaan UKA ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia, serta mendukung efektifitas UU tentang Penggunaan Mata Uang Rupiah di Indonesia,” paparnya.
Endy menerangkan, terdapat beberapa manfaat utama dengan diimplementasikannya PBI Pembawaan UKA. Antara lain, dari sisi statistik data, dapat diketahui data pembawaan UKA seperti volume, pergerakan dan lain sebagainya.
“Sekaligus dapat juga diketahui pelaku pembawaan UKA serta mendukung kebijakan BI,” lanjutnya.
Manfaat lain adalah pengendalian UKA palsu. Peraturan ini dapat membatasi ruang gerak peredaran UKA palsu karena pembawaan UKA hanya dapat dilakukan oleh badan berizin yang diawasi oleh BI.
Implementasi PBI Pembawaan UKA juga menjadi instrumen yang bisa menguatkan peran sistem informasi terkait uang tunai. Disamping itu juga bisa mendukung pelaksanaan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun, Endy menegaskan bahwa PBI tersebut tidak dimaksudkan untuk melakukan kontrol devisa. Peraturan tersebut lebih kepada pengaturan dari sisi lalu lintas pembawaan uang kertas asing secara tunai.
“Pihak-pihak yang ingin membawa mata uang asing lebih besar dari (equivalent) Rp1 miliar dapat dilakukan melalui instumen non tunai,” ujarnya.
Dia menyebutkan, pokok-pokok ketentuan dari PBI Pembawaan UKA adalah setiap orang dilarang melakukan pembawaan UKA ke dalam dan luar daerah pabean Indonesia dengan jumlah lebih dari (equivalent) Rp1 miliar. Pembawaan UKA sejumlah tersebut hanya bisa dilakukan oleh badan berizin yaitu bank dan Kegiatan USaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) yang telah memperoleh persetujuan BI.
Dia menegaskan sanksi denda, untuk perorangan yang tidak memiliki izin atau persetujuan pembawaan UKA dikenakan denda 10 persen dari seluruh UKA yang dibawa dengan jumlah maksimal Rp300 juta. Sementara badan berizin yang membawa UKA yang melebihi jumlah UKA yang disetujui BI dikenakan denda 10 persen dari selisih jumlah UKA yang dibawa dengan yang disetujui BI, maksimal Rp300 juta. (fdc)
Komentar