Sejak ditemukannya batubara oleh ahli geologi dari Belanda, Ir. William Hendrick de Greeve, Sawahlunto telah menjadi sebuah kota. Pemerintah kolonial Belanda membangun sarana prasarana layaknya sebuah kota. Belanda mulai membangun rumah sakit, tempat peribadatan, sekolah, PLTU, kereta api beserta jalurnya dan bangunan-banguann lainnya.
Hal itu dilakukan oleh Belanda untuk mempermudah eksploitasi emas hitam. Kota Sawahlunto yang lengkap dengan sarana dan prasarana layaknya sebuah kota menjadi alasan bahwa Sawahlunto merupakan kota tua. Sawahlunto dan batubaranya lahir dari olah tangan Belanda. Sehingga kini mendapat predikat sebagai Kota Tua sekaligus Belanda Tempo Doelo.
Jejak warisan Belanda membuat Sawahlunto dikenal sebagai Kota Wisata dengan background Tambang. Sawahlunto juga dikenal sebagai Belanda kecil, dimana terdapat bangunan-bangunan peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang sampai sekarang masih kokoh berdiri. Banyaknya bangunan-bangunan berarsitektural negeri kincir angin ini, tak lain merupakan perwujudan dari geliat aktivitas pertambangan oleh para penjajah Belanda pada masa lampau. Peninggalan sejarah di Sawahlunto menjadi tombak jitu dalam roda pembangunan pemerintahan kota.
Bangunan-bangunan itu dijadikan Cagar Budaya, sehingga menjadi suatu kewajiban Pemerintah Daerah untuk memelihara dan melestarikannya. Bukti nyata dari upaya Pemerintah Kota dalam penyelamatan cagar budaya yang ada, terlihat pada kokohnya bangunan. Kita tahu sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, Belanda telah membangun bangunan yang dapat mendukung eksploitasi batubara. Dapat kita lihat di pusat kota, bangunan-bangunan itu masih saja beroperasi.
Bangunan itu dijaga keaslian bahan dan tatak letak bangunan yang masih tetap steril. Telah banyak upaya Pemerinah kota untuk mempertahankan cagar budaya yang ada. Semua itu tak jauh dari dukungan warga Kota Sawahlunto akan kesadaran nilai sejarah yang dikandung dalam bangunan tersebut.
Di Sawahlunto tersebar banyak bangunan cagar budaya ala Belanda yang masih beroperasi namun tetap pada fungsi dasar. Maksudnya, bangunan pada masa ini tetap sama dengan fungsi bangunan awal. Contohnya, Masjid Agung Sawahlunto. Masjid Agung ini dahulunya merupakan PLTU. Pada bagian bawah masjid terdapat lorong sebagai tempat penyimpanan senjata pada masa penjajahan. Memiliki menara dengan tinggi 85 meter. Kini, masjid ini menjadi tempat ibadah kaum muslimin di Sawahlunto.
Ada juga Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto berada di pusat kota tambang batubara. Selain sebagai gedung pertemuan, Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto ini dulu juga digunakan sebagai tempat pesta-pesta para pejabat kolonial dan nona-nona Belanda setelah mereka selesai bekerja. Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto juga pernah menjadi Rumah Bola untuk bermain bola bowling.
Pek Sin Kek ini Rumah milik pengusaha sukses Tionghoa ini dibangun pada tahun 1906. Ketika itu, Pek Sin Kek bermukim dan membangun tempat usaha di pusat kota Sawahlunto. Sejarah di balik Rumah Pek Sin Kek, yakni di masa lalu tempat tersebut pernah dipakai sebagai Gedung Teater dan tempat Perhimpunan Masyarakat Melayu. Masa ini Pek Sin Kek beralihkan fungsi bangunan menjadi tempat produksi es. Lalu berkembang menjadi tempat produksi kue atau roti.
Gereja Katolik Santa Barbara Sawahlunto. Gereja ini berada di sudut jalan Yos Sudarso, bersebelahan dengan Sekolah Santa Lucia. Sekolah Santa Lucia Sawahlunto. Didirikan pada 1920 oleh orang-orang Belanda yang bekerja di tambang, dan diperuntukkan bagi anak-anak Belanda serta anak-anak pekerja tambang. Pada saat yang sama juga didirikan Gereja Santa Barbara dan tempat tinggal biarawati.
Tidak dapat dipungkiri, Kota Sawahlunto memang sangat terkenal dengan peninggalan sejarahnya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa bangunan lama peninggalan jaman kolonial Belanda, salah satunya adalah gedung PT.BA UPO. Gedung bersejarah PT.BA ini berada di Kelurahan Saringan, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Karena letak gedung ini berada di tengah kota Sawahlunto, maka tidak sulit untuk mencarinya. Gedung ini sedari dulu memanglah menjadi Kantor Pusat Batubara. Jika dahulu dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda, kini dikelola oleh PT. Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin atau PT.BA UPO.
Terakhir ada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sawahlunto atau RSUD Sawahlunto adalah satu-satunya rumah sakit milik pemerintah daerah di Kota Sawahlunto yang terletak di Jalan R.A. Kartini No. 18. Rumah sakit ini mulai dibangun pada masa penjajahan Belanda tahun 1915 sehingga menjadi salah satu bangunan tertua di kota Sawahlunto.
Pemko berjasa besar dalam upaya pelestarian cagar budaya. Mulai dari perlindungan, konservasi, revitalisasi, dokumentasi/publikasi, dan perekaman data. Kegiatan perekaman data berupa pemotretan, pemetaan, penggambaran dan survey. Pemko Sawahlunto kerap mengundang pihak luar dalam acara-acara kota. Secara tidak langsung Pemko telah berupaya dalam pelestarian cagar budaya.
Dipugar dan direvitalisasikan bangunan itu demi terwujudnya bukti pada dunia bahwa Sawahlunto merupakan kota tua dan kaya akan histori. semua itu memberikan dampak positif terhadap masyarakat serta pengunjung yang ada. Lebih jauh lagi, pengunjung atau pelancong dari luar ataupun dalam negeri akan dapat memperkaya wawasan jika berada di kota ini. Terlebih kepada pengunjung dalam negeri yang nantinya akan mendapatkan efek berupa edukasi sejarah dan akan membangkitkan semangat juang serta rasa cinta tanah air. (*)