Siapa yang tak kenal dengan songket, kerajinan kain tenun asal Sumatra Barat? Selain Pandai Sikek, Silungkang juga memiliki hasil tenunan sendiri yang dikenal dengan tenunan songket Silungkang. Kualitas maupun motifnya tak kalah bersaing dengan songket Pandai Sikek.
Songket Silungkang menurut sejarahnya telah dikenal di luar daerah sejak tahun 1400 M silam. Namun dalam perkembangannya, songket Silungkang kemudian kurang terangkat namanya. Padahal, ciri khas songket silungkang baik di motif maupun kualitasnya tak kalah dibanding Songket Pandai Sikek.
Menyadari potensi yang dimiliki daerah asalnya itu, Hj. Ulvia Irzal, salah seorang pengusaha meubel Jati Jepara di Sumbar, tergerak untuk mengembangkan dan lebih mempopulerkan songket Silungkang di kancah nasional. Tak tanggung-tanggung, Sylvana Herman, artis ibukota yang berasal dari Silungkang, didaulat Ulvia untuk menjadi Duta Songket Silungkang.
“Saya ingin mengembangkan kembali potensi songket Silungkang yang luar biasa ini. Selain bermain dengan motif, kami juga bermain dengan warna dan bahan dasar songket,’’ kata Ulvia yang memberi nama usahanya dengan Songket Silungkang Ande Daramah. Galerinya yang terletak di Jl. Gajah Mada No.104 Gunung Pangilun, Padang, juga sejalan dengan usaha meubel jati jepara berlabel ‘Sentral Jepara’ yang kini dialihkan pengelolaannya kepada salah seorang putranya, Ikhsan.
Tampilan songket yang dulunya kaku sehingga hanya bisa dipakai pakai kesempatan tertentu saja, di tangan wanita kelahiran Silungkang, 28 Oktober 1960 ini, ternyata bisa sangat berbeda. ‘’Dulu, songket sangat identik dengan bahannya yang kaku dan tak bisa dicuci. Tapi, dengan menyiasatinya melalui bahan dasar yang kita pakai, semua bisa diatasi,’’ kata istri pengusaha Irzal Mudatssir itu.
Ulvia mengubah bahan dasar songket dengan bahan lain seperti sutra dan sebagainya. Benang songket pun kini tak melulu benang emas. Tetapi, sudah divariasikan dengan warna-warna yang lain, sehingga motifnya terlihat lebih hidup.
‘’Dengan bahan yang tidak kaku serta tampilan songket yang kini lebih manis dengan berbagai motif, songket kini bisa dipakai pada berbagai kesempatan resmi atau tak resmi. Songket Silungkang Ande Daramah pun bisa dijadikan bahan baju, bahan selendang ataupun sarung. Bahkan, dengan bahan dasar yang sekarang, songket juga bisa dicuci bila terlihat kotor,” paparnya.
Dengan memajukan dan kembali mengangkat songket Silungkang, ibu tujuh anak ini berharap hal itu akan mendatangkan sisi positif dalam perkembangan perekonomian masyarakat Silungkang. Sebab, dulu, sehelai kain songket hanya bisa diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Sekarang dengan lebih bervariasinya bahan dan motif, sehelai songket bisa diselesaikan dalam waktu tiga atau empat hari oleh pengrajinnya. Dengan begitu, tentunya akan lebih banyak lagi hasil yang didapat oleh
pengrajin tersebut.
“Sayangnya generasi muda sekarang, tak banyak lagi yang menguasai kerajinan songket. Tapi saya tetap berkeinginan, ilmu ini tidak punah dari Silungkang. Karenanya, saya bercita-cita agar generasi muda seperti anak-anak sekolah, mau belajar lagi menenun songket,” harap Ulvia.
Ia berkeinginan membuat sebuah sentra kerajinan songket Silungkang, dimana generasi yang berminat bisa mendapatkan ilmu tersebut di sana. Atau, kalau memungkinkan, ia berniat untuk
menjalin kerjasama dengan Diknas untuk menjadikan kerajinan songket Silungkang sebagai sebuah ekstra kurikuler. Dengan begitu, songket Silungkang akan tetap berkembang. Bahkan, kalau bisa kelak, ia berharap songket Silungkang juga akan menjadi pakaian nasional seperti halnya batik. Untuk mencapai target tersebut, Ulvia tak segan-segan melakukan sosialisasi ke berbagai pihak maupun instansi terkait. Ia juga menggandeng Uni dan Uda kota Padang untuk mempromosikan Songket Silungkang Ande Daramah.
“Tahun 2007 lalu, Uda dan Uni kota Padang membawa dan menyerahkan selembar selendang songket silungkang kepada Gubernur DKI pada saat pemilihan abang dan none Jakarta. Uda Kota
Padang, beberapa kali juga memakai hasil kerajinan songket silungkang ini untuk tampil di berbagai kesempatan.” kata Ulvia tentang upaya pelestarian songket yang dilakukannya. Ulvia juga aktif mengikuti iven-iven pameran kerajinan tenunan, seperti yang teranyar pameran kerajinan tenunan di Jakarta Convention Centre 20-22 Juni 2008. Atas usaha-usahanya melestraikan salah satu budaya Sumbar itu, Ulvia pada Februari 2008 lalu mendapat penghargaan dari Kadin Padang sebagai salah seorang entrepreneurship Sumbar yang berhasil di bidangnya.
Sebelum itu, Ulvia dengan Songket Silungkang Ande Daramah nya juga mendapat penghargaa sebagai stand yang mempunyai nilai jual terbaik dalam ajang Gelar Tenun Indonesia pada Desember 2007 silam. Dalam hal pemberdayaan perempuan, Ulvia selalu mengingatkan kaumnya untuk selalu menanamkan jiwa kewirausahaan pada wanita tanpa mengabaikan keluarga. Jadi, jika ingin memulai suatu usaha jangan pikirkan modal besar, karena dengan modal kecil pun kita dapat berusaha. (at/*)
Komentar