MENTAWAI – Selama rentang 2016 hingga 2019, Arbeiter Samariter Bund (ASB) Indonesia and the Philippines mempersiapkan desa tangguh bencana di Mentawai. ASB telah membangun 4 jalur evakuasi, 7 posko dan mendistribusikan berbagai perlengkapan kebencanaan lainnya.
Project Manager ASB, Rofikul Hidayat mengatakan, pihaknya berkerjasama dengan Direktorat Jenderal Bina Pemerintah Desa, Kemendagri. Khusus di Provinsi Sumatera Barat, fokus di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Pesisir Selatan.
Selama tiga tahun program ASB berjalan ada 5 hasil utama menjadi keberhasilan yaitu, struktur risiko bencana terbentuk dan terlembaga di 6 desa/nagari di Sumatera Barat, Masyarakat di 6 desa/nagari memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait prosedur manajemen risko multi ancaman.
“Lima capaian utama yang ditargetkan dalam pelaksanaan program ini sejalan dengan aspek dan indikator desa tangguh bencana,” kata Rofikul Hidayat di Dusun Kalio Desa Goiso’oinan Kecamatan Sipora Utara, Jumat (09/08/2019).
Dijelaskan, di Kabupaten Kepulauan Mentawai sendiri selama periode 2016-2019 tidak hanya 4 jalur evakuasi dan 7 posko yang dibangun. Ada perlengkapan tanggap darurat, perlengkapan medis, 20 radio RIG dan berbagai perlengkapan kebencanaan lainnya yang didistribusikan untuk program desa tangguh bencana atau disebut Desatana.
Di Mentawai meliputi Desa Goiso Oinan, Desa Sipora Jaya dan Desa Tuapejat. Sedangkan di Pesisir Selatan yaitu Nagari Amping Parak, Painan Selatan dan Koto Nan Duo IV.
“Program yang telah dilaksanakan sejak Mei 2016 ini akan berakhir pada Agustus 2019. Selanjutnya kami serahkan kepada Pemda untuk meneruskan program tersebut, tukasnya.
Lebih lanjut, Rofikul menjelaskan, Arbeiter-Samariter-Bund adalah organisasi non-pemerintah yang berkantor pusat di Koln, Jerman. ASB mulai bekerja di Indonesia di bawah Memorandum Saling Pengertian (MSP) dengan Kementerian dalam Negeri Republik Indonesia sejak tahun 2006.
Secara garis besar program ASB di Indonesia ditujukan untuk berkontribusi pada pembangunan ketangguhan desa dengan mengedepankan peningkatan kapasitas lokal, pemberdayaan, dan inklusi sosial atau partisipasi masyarakat yang bermakna.
Kemudian meningkatnya komunikasi, peringatan dini berbasis masyarakat dan infrastruktur untuk kesiapsiagaan. Meningkatnya jaringan antar stakeholder terkait manajemen risiko (vertikal dan horisontal).
“Terakhir, adanya kesempatan untuk mengembangkan mata pencarian yang berkelanjutan bagi masyarakat,” tutupnya.(Ers)
Komentar