PADANG- Akademisi dan Praktisi kesehatan, menyatakan dukungan terhadap lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Barat tentang Imunisasi. Namun demikian, sosialisasi lebih luas lagi perlu ditingkatkan dan Perda juga harus memuat sanksi tegas terhadap penolakan pemberian imunisasi tanpa alasan.
M. Hidayat dari Fakultas Kedokteran Universtas Andalas (Unand) menyatakan support terhadap program imunisasi dan mendukung lahirnya Perda tersebut. Secara Sumberdaya Manusia (SDM), akademisi kesehatan memberikan dukungan terhadap rencana pemerintah dalam mengeluarkan aturan untuk melindungi generasi bangsa dari berbagai macam penyakit.
“Kami dari akademisi sangat mendukung Ranperda ini menjadi Perda namun, perlu disikapi bahwa sosialisasi melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat perlu lebih ditingkatkan lagi,” kata Hidayat dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Selasa (15/3).
DPRD Provinsi Sumatera Barat melalui Komisi V membahas Ranperda Imunisasi pada masa sidang pertama tahun 2016 ini. Untuk melakukan kajian mendalam guna melahirkan Perda yang efektif dan aplikatif, DPRD memandang perlu melibatkan banyak pihak terutama dari para akademisi sehingga pelaksanaan Perda yang dibuat bisa lebih maksimal dan menjawab kebutuhan masyarakat.
Pendapat Dosen Fakultas Kesehatan Unand tersebut dikuatkan oleh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand, Fauziah Elytha. Penguatan sosialisasi oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat ini penting karena diakui, perdebatan mengenai halal dan haram mengenai imunisasi masih berkembang di sebagian masyarakat.
“Kendala ini tentu membutuhkan peran para ulama dalam meyakinkan masyarakat. MUI telah mengeluarkan fatwa terkait imunisasi dan fatwa ini membutuhkan penguatan melalui sosialisasi,” saran Fauziah.
Lebih tegas lagi, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sumatera Barat Sunardy menambahkan bahwa imunisasi “wajib” bagi setiap anak. Mengacu kepada anjuran agama dan diperkuat dengan fatwa MUI nomor 04 tahun 2016, setiap orangtua wajib memberikan imunisasi kepada anak-anak bawah lima tahun (balita) untuk memperkuat daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Ia menambahkan, kewajiban bagi setiap anak untuk diimunisasi mengingat dampak dari anak yang tidak diberikan vaksin imunisasi bukan saja dialami oleh anak tersebut tetapi juga terhadap orang lain. Untuk itu, ia menyarankan agar Perda juga memuat sanksi tegas terhadap penolakan terhadap pemberian imunisasi tanpa alasan.
“Anak yang tidak diberi vaksin imunisasi, rentan terserang penyakit menular dan bisa menularkannya kepada orang lain. Ini dampak dan bahaya sehingga wajib diberi imunisasi dan Ranperda hendaknya memuat sanksi hukum yang tegas bagi penolakan tanpa alasan,”sarannya.
Direktur Poltekes Kemenkes Siteba ini menjelaskan, di negara lain telah diberlakukan sertifikasi bagi anak-anak yang sudah diimunisasi. Namun di Indonesia, hal itu belum diberlakukan.
Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam rangka pembahasan Ranperda Imunisasi ini dipimpin oleh Hidayat dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD Arkadius Datuak Intan Bano. Masukan dan saran dari Akademisi dan Praktisi Kesehatan itu akan dijadikan sebagai bahan dalam mengkaji Ranperda Imunisasi sehingga mengakomodir seluruh hal yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan anak dan masyarakat secara umum. (feb)