PADANG- Aparatur pemerintahan nagari dan aparatur sipil negara yang ditempatkan di pemerintahan nagari bisa terjerat kasus hukum jika tidak hati-hati dan transparan dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD). Ketertutupan dalam pengelolaan dana yang cukup besar itu bisa mengindikasikan adanya “kongkalingkong” sehingga tidak tertutup kemungkinan akan bermuara ke ranah hukum.
Ketua Komisi Informasi (KI) Sumatera Barat Syamsu Rizal, Senin (7/3) melakukan kordinasi dan silaturahim dengan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Syafrizal terkait keterbukaan informasi publik di seluruh pemerintahan nagari, desa dan kelurahan se Sumatera Baraat. Pengalokasian ADD dari pemerintah pusat hendaknya disikapi dengan kesiapan aparatur pemerintahan terendah.
“Dana yang dialokasikan untuk pemerintahan nagari atau desa cukup besar dan ini akan menjadi sorotan semua pihak. Kunci dari suksesnya pengelolaan dana ADD tersebut adalah keterbukaan sehingga semua pihak dapat melakukan pengawasan,” kata Syamsu Rizal.
Untuk kepentingan itu, ia meminta BPM sebagai SKPD yang bisa mengkordinir pemerintahan terendah dapat menginisiasi pemerintah nagari untuk terbuka dalam informasi kepada publik sejalan dengan amanat UU nomor 14 tahun 2008.
Kepala BPM Provinsi Sumatera Barat Syafrizal dalam kesempatan itu mengungkapkan, laporan pelaksanaan ADD sejauh ini cukup baik. Namun sesuai dengan saran KI dan dalam rangka menjalankan amanat UU nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, ia meminta kerjasama KI dalam menggelar pertemuan dengan Kepala BPM kabupaten/ kota se Sumatera Barat dan walinagari/ kepala desa dan lurah.
Ia menambahkan, saat ini jumlah pemerintah nagari di Sumatera Barat sebanyak 724 nagari, pemerintah desa 126 dan 259 pemerintah kelurahan. Evaluasi ADD tahun 2015 sangat baik dan tepat waktu sementara pelaksanaan ADD tahun 2016 masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. (feb)