PADANG – Ketua Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) Sumatera Barat Fauzi Bahar menegaskan, “Pandeka Minang” sangat mejunjung tinggi budi pekerti. Seorang pandeka (pendekar) sejati adalah orang terlatih tidak saja dalam teknik bela diri, tetapi memiliki kedalaman fikir dan kekayaan religi.
Hal itu ditegaskan dalam pengukuhan 43 orang Pandeka Silek di halaman Kantor Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Tangah, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, Sabtu (8/12) malam. Menurutnya, pandeka adalah orang yang menguasai pengendalian diri yang kuat.
“Pandeka sejati bukan sekedar menguasai teknik bela diri silat, tetapi yang terpenting adalah pengendalian diri. Pandeka adalah orang yang memiliki kedalaman berpikir dan kekayaan religi,” tegasnya.
Seorang pandeka, lanjutnya, menguasai ilmu bela diri, ilmu kemasyarakatan pada tingkat yang lebih dari yang lainnya. Kemampuan itu juga diseimbangkan dengan penguasaan ilmu agama yang kuat sehingga seorang pandeka memiliki kemampuan mengendalikan diri yang kokoh serta menjadi panutan bagi masyarakat lainnya.
Fauzi Bahar berharap, ke depan, akan lebih banyak lagi generasi muda atau anak nagari yang berjiwa pandeka di Sumatera Barat. Dia menegaskan, seorang pendekar adalah ksatria yang berbudi dan berakhlak tinggi. Dengan menumbuhkan jiwa pandeka, maka ke depan akan melahirkan generasi-generasi yang memiliki kekayaan intelektual dan kekayaan spiritual.
43 orang Pandeka yang dikukuhkan tersebut berasal dari lima sasaran (perguruan) silat yang ada di Kota Padang. Sebagai penanda bagi status seorang pandeka, setelah prosesi penyerahan “syarat”, para pandeka dipasangkan “deta” atau ikat kepala dan sebilah pisau belati. Hakikatnya, ikat kepala dan pisau tersebut menurut salah seorang Pandeka Senior, Ibrani dalam acara tersebut adalah sebuah bentuk penyerahan tugas dan tanggungjawab yang diserahkan secara bersamaan.
“Deta dan pisau diserahkan secara bersamaan dengan filosofi bahwa seorang yang menyandang prediket pandeka memiliki tugas dan tanggungjawab secara bersamaan,” katanya.
Deta atau ikat kepala melambangkan tugas yang harus diemban seorang pandeka sebagai “parik paga” (penjaga) dalam nagari. Pisau sebagai lambang dari bekal atas pelaksanaan tugas tersebut harus digunakan dengan penuh tanggungjawab merujuk kepada deta yang dipasangkan secara bersamaan.
“Jadi filosofinya, seorang pandeka dalam mengemban tugasnya sebagai penjaga negeri dipersenjatai dengan pisau namun harus paham kapan senjatanya digunakan. Pisau juga melambangkan ketajaman pikir seorang pandeka,” ulasnya. (fdc)