PADANG–Sejak diberlakukan perda No. 11 tahun 2011, masyarakat Tioghoa merasa sangat dirugikan atas retribusi jasa umum yang harus dibayarkan masyarakat Tionghoa terhadap retribusi pemakaman yang berlokasi di Bungus Teluk Kabung terlalu mahal.
Anggota DPRD Padang dari partai PDI Perjuangan Iswanto Kwara mengungkapkan ini sudah menjadi masalah lama bagi masyarakat Tionghoa dan inipun sangat membebani sekali. Jadi dibutuhkan revisi secepatnya terhadap perda ini agar tradisi bagi masyarakat Tionghoa bisa berjalan seperti semulanya.”Perda ini dianggap diskriminatif, masa orang yang sudah meninggal masih juga dibebankan biaya yang tinggi kepada keluarganya( masyarakat-red),”ujarnya.
Dikatakan Iswanto hal ini tentu menjadi perhatian bagi partai PDI Perjuangan.” Kita ingin masyarakat diperlakukan secara sama dan tidak ada perbedaan. Aturan ini harus segera direvisi ,sesuai Perda no 11 tahun 2011 tentang retribusi pemakaman, masyarakat harus membayar pajak retribusi sebesar Rp 125 ribu/dua bulannya,namun untuk pemakaman masyarakat Tioghoa bisa hingga Rp 5 sampai Rp 6 juta/dua bulannya. Kalau dibandingkan dengan PBB rumah mungkin tidak ada sebesar ini,”kata Iswanto.
Luas tanah yang mereka gunakan untuk pemakaman ada yang ukuran 2×3 ,juga ada 4x6m karena peti mati untuk dikuburkan tersebut petinya besar. “Bahkan dalam satu makam dari tradisi Tioghoa yang dinamakan Siang Kong, suami dan istri dikubur berdampingan,jadi luas tanah makam mereka harus sekitar 2×3 dan 4×6 , ” ungkapnya pada sejumlah wartawan Jum’at(16/10).
Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh warga pondok,termasuk dialog dengan Walikota Padang. Pihaknya sangat berharap agar Walikota secepatnya mengusulkan aturan ini direvisi ulang, agar tidak membebankan warga. Sejak adanya aturan ini, setiap ada masyarakat Tionghoa yang meninggal pasti banyak yang tidak dikuburkan, ini akibat mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh keluarga.”Bagi keluarga yang tidak memiliki uang harus mengkremasi mayatnya karena mahalnya pajak yang harus ditanggungkan,”tutupnya.
Sementara Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah mengatakan aturan tersebut sudah dilahirkan oleh DPRD yang lampau. “Sehingga kita saat ini hanya menjalankan aturan tersebut. Sekarang kita akan tinjau ini kembali secepatnya, jika memang harus direvisi. Marilah kita duduk secara bersama untuk mendiskusikannya. Tidak ada satu masalahpun dalam masyarakat yang tidak ada solusinya, jika ilakukan komunikasi secara baik. Temanteman di Pemko harus merespon ini,”ungkap Mahyeldi. (baim).
Komentar