PADANG- Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumatera Barat Ali Asmar memenuhi undangan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Rabu (4/5). Undangan tersebut merupakan tindaklanjut dari laporan empat orang pejabat eselon II Pemprov Sumatera Barat kepada Komisi I pekan lalu.
Pertemuan antara Sekdaprov dengan Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat berlangsung tertutup di ruang Badan Kehormatan (BK). Menurut Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat Aristo Munandar dalam jumpa pers yang digelar usai pertemuan, pihaknya meminta penjelasan kepada Sekdaprov terkait persoalan yag dikadukan empat orang pejabat eselon II pada 30 April 2016 lalu.
“Dalam pertemuan tadi, DPRD meminta penjelasan kepada Sekdaprov terkait hal yang dikadukan oleh empat orang pejabat ke Komisi I pekan lalu,” terang Aristo.
Empat orang pejabat dimaksud yaitu Kepala Kesbangpol Linmas Irvan Khairul Ananda, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Mudrika, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Syamsulrizal dan Kepala Biro Organisasi Onzukrisno. Mereka mengadu ke DPRD terkait pembatasan kewenangannya dan pengambilalihan fasilitas oleh Gubernur.
“DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan telah meminta penjelasan kepada Sekda terkait apa yang diadukan oleh empat orang pejabat tersebut,” jelasnya.
Dalam penjelasannya, kata Aristo, Sekda membenarkan bahwa tindakan pembatasan kewenangan dan pengambilalihan fasilitas terhadap pejabat-pejabat tersebut memang dilakukan. Tindakan itu diambil sebagai bentuk punishment setelah melihat kinerja mereka selama lima tahun.
“Dari keterangan Sekda, itu merupakan punishment terhadap kinerja para pejabat tersebut selama menjabat dan menurut Sekda ini sudah sesuai dengan aturan,” katanya.
Dalam persoalan ini, Aristo menggarisbawahi bahwa DPRD mengambil langkah dalam rangka pengawasan. Mengenai tindakan administrasi terhadap pejabat termasuk masalah penggantian pejabat merupakan ranahnya eksekutif. Begitu juga soal mengganti pejabat, itu hak prerogratif kepala daerah.
Dengan telah mendengarkan keterangan dari ke dua belah pihak, Aristo menyimpulkan bahwa yang perlu dilakukan adalah “duduk semeja” antara pejabat-pejabat tersebut dengan gubernur untuk mengkomunikasikan persoalan tersebut. Hal ini menurutnya perlu dilakukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi dan beragam anggapan.
Dia menambahkan, mengenai indikasi pelanggaran UU Pilkada dalam persoalan itu, berdasarkan keterangan Sekda tidak ada yang dilanggar karena tidak mengganti atau memutasi pejabat. Gubernur hanya menugaskan pelaksana tugas (plt) di instansi para pejabat tersebut sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) agar kegiatan dan program tetap berjalan seperti biasa.
“Yang tidak boleh mengganti dan dalam persoalan ini yang dilakukan hanya menunjuk KPA. Itu yang diterangkan Sekda,” tukuknya.
Meski demikian, jika para pejabat yang dicabut kewenangan itu merasa bahwa apa yang dilakukan itu salah dan tidak ada titik temu, sebagai ASN, mereka bisa saja mengambil langkah menggugat ke PTUN atau ke Komisi ASN. Dari langkah itu akan dibuktikan secara hukum apakah tindakan itu melangggar atau tidak. (feb)
Komentar