BINTAN – Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak sekadar sebagai alat transaksi keuangan saja. Lebih dari itu, rupiah merupakan simbol kedaulatan negara RI.
Banyak perjalanan sejarah yang menunjukkan betapa rupiah menjadi simbol perjuangan. Mulai dari pencetakan uang pertama hingga perjuangan mendapatkan kembali Pulau Sipadan dan Ligitan yang kandas gara-gara mata uang yang digunakan di sana bukan rupiah.
Hal itu dikatakan Hermowo Koentoadji saat menjadi nara sumber dalam pelatihan jurnalis ekonomi wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) di Bintan Lagoon Resor, Bintan Kepulauan Riau, Selasa (24/11).
Bank Indonesia sendiri telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 17/3 2015 tentang kewajiban menggunakan rupiah di wilayah NKRI. PBI yang dikeluarkan tanggal 31 Maret 2015 itu efektif diberlakukan mulai 1 Juni 2015.
Ia juga menekankan, sebagai simbol kedaulatan negara, rupiah harus diperlakukan dengan baik. Sebisa mungkin jangan memperlakukan rupiah sembarangan hingga merusak bentuk seperti dengan melipat, menstapler, mencoret dan lain-lain. Ada standar tertentu yang diberlakukan BI dalam Uang Layak Edar (ULE). Jika melewati standar tertentu, maka uang-uang rusak tersebut akan dihancurkan untuk diolah kembali yang tentu saja berimplikasi pada pengeluaran biaya yang tak sedikit.
Sementara, terkait kewajikan penggunaan rupiah, BI sendiri terus memantau terutama untuk di daerah-daerah perbatasan. Karena, daerah-daerah perbatasan serta daerah industri dan tujuan wisata internasional, selama ini lebih banyak menggunakan dolar ketimbang rupiah. (rin)
Komentar