Oleh: Febry D Chaniago (Pebrius Dwinus)
Sudah hampir semua orang mengenal atau paling tidak mendengar kata bank atau perbankan. Sebagian besar orang sudah pernah berurusan atau menjadi pengguna jasa dari industri jasa keuangan bernama bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta.
Belakangan ini juga ada perbankan syari’ah yang juga dipastikan sudah diketahui oleh masyarakat. Kemudian, masyarakat juga sudah mengetahui mengenai perusahaan pembiayaan, leasing atau finance, bahkan juga sudah banyak yang menggunakan jasanya. Begitu juga pergadaian, asuransi, pasar modal dan sebagainya dan sebagainya.
Bank, finance dan asuransi merupakan jenis dari Usaha Jasa Keuangan (UJK). Secara sederhana, masyarakat mengenal bank adalah sebagai tempat menyimpan dan meminjam uang. Sebagian besar masyarakat sudah mengetahui fungsi bank yang disebutkan secara sederhana tersebut dan sudah pernah menggunakan jasa bank. Baik untuk menyimpan uang, mentransfer uang ke orang lain maupun meminjam uang.
Masyarakat juga sudah mengetahui tentang asuransi sebagai industri jasa keuangan yang bergerak di bidang penjaminan. Baik untuk menjaminkan harta maupun jaminan jiwa. Pegadaian pun sudah dikenal sebagai tempat mengagunkan sesuatu yang berharga dan bernilai jual untuk mendapatkan dana pinjaman dalam jumlah tertentu sesuai dengan nilai agunan.
Sementara, industri jasa keuangan bernama finance atau leasing marak perkembangannya dalam beberapa waktu terakhir. Finance atau leasing bergerak di bidang pembiayaan terhadap masyarakat untuk mendapatkan suatu barang secara kredit. Sebagian besar masyarakat terutama kelas menengah ke bawah tentu pernah menggunakan jasa leasing tersebut. Misalnya saja untuk memiliki kendaraan bermotor roda dua atau roda empat, barang-barang
elektronik dan perabotan rumahtangga.
Meski secara umum masyarakat sudah mengenal atau paling tidak mendengar semua jenis UJK tersebut diatas, ternyata dari hasil survei, masyarakat belum sepenuhnya mengenal dalam arti memahami prosedur dan aturan yang berlaku terkait penggunaan jasa UJK. Masyarakat sebagai konsumen dari UJK tidak benar-benar memahami secara utuh.
Staf Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristy Rosyemary pernah mengungkap hasil dari survei nasional literasi keuangan tahun 2013 yang menunjukkan bahwa tingkat inklusi jasa keuangan yang masih rendah, begitu juga tingkat literasinya. Menurutnya, survei literasi tersebut menyasar 8 ribu responden dari 20 provinsi.
“Dari 8 ribu responden di 20 provinsi, tingkat inklusi jasa keuangan hanya 59,74 persen sementara tingkat literasi hanya 21,84 persen,” ungkap Kristy.
Dia menerangkan bahwa tingkat inklusi merupakan masyarakat yang sudah berhubungan atau menggunakan UJK seperti bank, asuransi, penjamin pembiayaan (leasing), pegadaian, pasar modal dan sebagainya. Itu berarti bahwa lebih dari setengah responden sudah pernah berhubungan dengan lembaga jasa keuangan.
Meski demikian, untuk tingkat literasi, level masyarakat pada posisi mengetahui dan mengenal UJK hanya 21,84 persen, yang artinya, hanya seperlima lebih responden yang telah atau pernah menggunakan UJK mengetahui dan mengenal UJK dari sisi prosedur dan aturan serta seluk beluk UJK.
Kondisi ini menurut Kristy sangat rentan terhadap timbulnya persoalan antara masyarakat sebagai konsumen atau nasabah dengan UJK sebagai penyedia jasa atau produsen. Perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi dan edukasi lebih gencar untuk menghindari terjadinya wanpretasi antara masyarakat nasabah dengan UJK yang berujung kepada sengketa.
Kristy mengakui, data tersebut berdasarkan hasil survei tahun 2013. Saat ini tengah berjalan survei terbaru yang hasilnya bisa diketahui pada tahun 2017 mendatang. Dia berharap, hasil survei ke depan akan menunjukkan hasil yang semakin menggemberikana, baik dari sisi inklusi maupun dari sisi literasi.
Dalam pada itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang lahir berdasarkan Undang Undang Nomor 21 tahun 2011 memiliki beberapa tugas pokok dan fungsi yang seluruhnya berkaitan dengan industri jasa keuangan (IJK). Sesuai UU tersebut, OJK berwenang dalam mengatur dan mengawasi IJK. Sebelum UU tersebut lahir, semua hal yang berkaitan dengan tupoksi OJK berada dibawah kewenangan Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral.
Disamping tugas mengatur dan mengawasi IJK, tugas yang tidak kalah penting bagi OJK adalah edukasi dan perlindungan konsumen. Konsumen dalam hal ini adalah masyarakat pengguna jasa UJK, baik bank, asuransi, leasing atau finance, pegadaian, pasar modal dan sebagainya.
Pada struktur organisasi OJK ada satu bidang yang disebut Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Bidang ini mempunyai fungsi pemberian dukungan melalui pengaturan dan pelaksanaan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen, pelayanan konsumen serta pembelaan hukum perlindungan konsumen dalam rangka memperlancar pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan Jasa Keuangan.
Kristy memaparkan, dalam melaksanakan fungsi bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, OJK mempunyai tugas pokok antara lain melakukan pengaturan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen, melaksanakan edukasi dan perlindungan konsumen, melakukan pelayanan konsumen serta melaksanakan pembelaan hukum perlindungan konsumen.
Ruang lingkup kewenangan OJK tersebut, mulai dari pengaturan, pengawasan hingga edukasi dan perlindungan konsumen menurut Kristy bertujuan untuk menciptakan industri jasa keuangan yang sehat dan mencerdaskan masyarakat sebagai konsumen dalam memanfaatkan UJK untuk berbagai kepentingan dan keperluan.
OJK terus menggencarkan sosialisasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat serta memberikan perlindungan kepada masyarakat yang menemui persoalan dengan UJK. Harapannya, masyarakat memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik terhadap UJK. Dengan pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik, antara masyarakat dan UJK tidak muncul persoalan yang bersumber dari ketidakmengertian.
OJK menerima pengaduan masyarakat terhadap permasalahan yang muncul antara masyarakat sebagai nasabah atau pengguna jasa keuangan dengan UJK sebagai penyedia jasa. Sejauh ini, persoalan yang sering muncul antara nasabah dengan IJK adalah masalah kredit. Seperti restrukturisasi kredit dan penarikan atau lelang jaminan.
“Terhadap pengaduan tersebut semua diterima oleh OJK namun tidak semua pengaduan bisa ditindaklanjuti ke dalam proses mediasi. Masalah yang ditindaklanjuti hanya yang berpotensi sengketa dan kelalaian tidak dari pihak nasabah sebagai konsumen,” terangnya.
Kristi berharap, melalui berbagai kegiatan yang digagas dan dilaksanakan oleh OJK termasuk melalui media massa, ke depan masyarakat akan semakin paham dan benar-benar mengerti dengan industri jasa keuangan. Dengan meningkatnya pemahaman tersebut, diharapkan akan semakin banyak masyarakat yang menggunakan jasa keuangan dengan pemahaman terhadap hak dan kewajiban yang semakin baik.
(Penulis adalah Reporter/ Redaktur Pelaksana di media online www.padangmedia.com)
Komentar