PADANG – Penyampaian laporan harta kekayaan merupakan bukti kesiapan menjadi penyelenggara negara. Seorang yang ingin menjadi pejabat publik harus menyampaikan laporan harta kekayaannya kepada masyarakat.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat Amnasmen membuka bimbingan teknis (Bimtek) pengisian formulir Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan sosialisasi UU Gratifikasi Pejabat Negara dalam Pilkada 2018, Selasa (19/12).
Bimtek tersebut ditujukan bagi KPU dan pengurus partai politik empat daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2018 mendatang. Bimtek menghadirkan narasumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“LHKPN memiliki filosofi sebagai sebuah kesiapan menjadi pejabat publik atau penyelenggara negara,” kata Amnasmen.
Dia menambahkan, penyampaian LHKPN juga sekaligus sebagai bukti dari kepatuhan calon penyelenggara negara terhadap aturan perundang-undangan.
Pejabat Fungsional Direktorat LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amalia Rosanti dalam kesempatan itu menyampaikan, tatacara penyampaian LHKPN saat ini bisa dilakukan dengan sistim dalam jaringan dan luar jaringan (online dan offline). Hal itu diatur melalui Surat Edaran KPK nomor 19 tahun 2017.
“Untuk penyampaian secara offline disediakan dalam format ms excel dan diisi secara manual sedangkan untuk penyampaian secara online melalui e-lhkpn.kpk,” terangnya.
Sementara itu, pejabat fungsional Deputi Pecegahan Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Widyanto Eko Nugroho dalam kesempatan itu memaparkan materi tentang gratifikasi. Menurutnya, gratifikasi dalam arti luas adalah pemberian.
“Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas,” terangnya.
Gratifikasi menjadi sebuah tindak pidana korupsi menurut Widy, seperti diatur dalam pasal 12B UU nomor 31 tahun 1999 junto nomor 20 tahun 2010 adalah apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugas aparatur sipil negara (ASN) atau penyelenggara negara.
“Apabila gratifikasi itu berhubungan dengan jabatan, bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya, maka disitulah menjadi tindak pidana korupsi,” lanjutnya.
Gratifikasi lebih dalam lagi, ujarnya, terjadi dalam dua kategori yaitu suap atau pemerasan. Dalam kasus suap, biasanya pelaku lebih aktif daripada si penerima sedangkan pada kasus pemerasan si calon penerima yang lebih aktif.
Widy menegaskan, ASN atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi tidak terjerat UU tindak pidana korupsi apabila melaporkannya kepada KPK dalam waktu 3o hari kerja sejak menerima. Hal itu diatur dalam pasal 12C UU nomor 31 tahun 1999.
“Berdasarkan pasal 12C tersebut, apabila penerima melaporkannya kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja maka ketentuan pada pasal 12B tidak berlaku,” tandasnya.
Bimtek tersebut diikuti oleh KPU dan pengurus partai politik dari empat daerah yaitu Kota Padang, Pariaman, Padangpanjang dan Kota Sawahlunto. Empat kota di Sumatera Barat ini akan menggelar pilkada serentak dengan 171 daerah lainnya di Indonesia pada tahun 2018 mendatang. (feb)
Komentar