AGAM – Difteri merupakan infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung, dan tenggorokan, terkadang dapat mempengaruhi kulit. Penyakit itu sudah ada sejak dahulu dan sangat mudah menular, bahkan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa.
Penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium Diptheriae tersebut dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin Difteri. Meskipun Difteri tergolong penyakit kuno, tapi vaksinnya sudah dibuat sejak tahun 1920-an untuk membantu sistem kekebalan tubuh dalam mengenali toksin. Belakangan, orang mendapatkan vaksin difteri dalam vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT).
Bakteri difteri bakal menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan. Pada akhirnya sel mati dan bakal membentuk membran atau lapisan tipis abu-abu pada tenggorokan. Bahkan, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah, dan bisa merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf.
Karena itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Agam dr. Indra, MPPM terus berupaya menyosialisasikan kasus tersebut kepada masyarakat agar membawa anak ke Posyandu atau Puskesmas untuk mendapatkan vaksin DPT. Bahkan, penyakit itu tidak hanya menyerang anak-anak, orang dewasa pun bisa terjangkit penyakit itu.
“Munculnya kasus difteri pada orang dewasa memang sebagian besar disebabkan karena tidak divaksin atau status imunisasi yang kurang lengkap sejak kecil. Untuk itu, sangat dianjurkan masyarakat mendapatkan vaksin tersebut dan harus mengenali gejalanya,” ujarnya, Selasa (12/12).
Ia menyebutkan, bakteri difteri sangat mudah menular dengan berbagai cara yang perlu diwaspadai. Misalnya, ketika tanpa sengaja menghirup cairan dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi, seperti saat bersin. Selanjutnya, ketika bersentuhan dengan benda-benda yang terkontaminasi difteri maupun saat berbagi makanan atau minuman dengan penderita.
“Untuk itu, sangat dianjurkan kepada masyarakat memberikan vaksin kepada yang mempunyai bayi. Apabila anak sudah sekolah, programnya sudah ada yaitu, Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dan untuk selanjutnya diulang satu kali dalam 10 tahun,” ujarnya.
Indra mengatakan, penyakit itu banyak terjangkit di Pulau Jawa. Sedangkan di Sumatera Barat terdapat dua kasus di daerah yang berbeda. Meskipun di Agam belum ditemukan, tapi masyarakat harus tetap mewaspadainya.
Gejala difteri seperti suhu tubuh rata-rata di atas 38 derajat celcius disertai menggigil, tenggorokan dan tonsil ditutupi membran berwarna abu-abu, suara parau dan sakit pada tenggorokan, nyeri ketika menelan makanan, kesulitan untuk bernafas, kelenjar limfa pada leher mengalami pembengkakan, kepala pusing, kelelahan, hidung mengeluarkan ingus terkadang disertai darah.
“Jika masyarakat menemui gejala itu terhadap diri ataupun keluarganya, segera kunjungi dokter agar dilakukan pemeriksanaan, dan pengobatan yang tepat agar tidak terjadi komplikasi,” ujarnya pula. (fajar)
Komentar