PADANG – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat mengingatkan PT Pertamina untuk menjamin pasokan bahan bakar ke seluruh wilayah tidak tersendat. Selain itu, hendaknya juga dilakukan pengawasan terhadap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) agar penjualan BBM tepat sasaran.
Hal itu mengemuka saat rapat Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dengan mitra kerja dari instansi pemerintah daerah dan perwakilan PT Pertamina Manager Operation Region (MOR) I wilayah Sumatera Barat, Kamis (11/1). Rapat tersebut merupakan pembahasan awal rencana perubahan Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB).
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat Afrizal mengungkapkan, masih banyak keluhan dari masyarakat terkait ketiadaan BBM di SPBU di sejumlah daerah. Kondisi itu tentunya berdampak kepada aktifitas masyarakat terutama untuk mobilitasi perekonomian.
“Keluhan mengenai kelangkaan ini masih kami dengar, terutama dari daerah yang jauh dari jalur distribusi seperti di Pasaman Barat dan Pesisir Selatan. Kondisi ini hendaknya dapat diatasi karena dampaknya cukup besar bagi pergerakan ekonomi masyarakat,” ungkapnya.
Afrizal mengakui faktor yang menyebabkan kondisi itu tidak mutlak bersumber dari tersendatnya pasokan dari PT Pertamina. Kondisi di lapangan, ada SPBU yang stok persediaannya sudah habis namun di sekitar SPBU didapati pedagang eceran menjual BBM jenis Premium dan Solar.
“Kami merasa aneh melihat kondisi ini, dimana stok Premium dan Solar di SPBU sudah habis tapi di pinggir jalan di sekitar SPBU banyak berjejer pedagang eceran,” ujarnya.
Untuk itu dia meminta pihak Pertamina untuk meningkatkan pengawasan terhadap SPBU yang tidak patuh kepada aturan dengan melayani pembelian Premium dan Solar dengan jerigen tanpa ada surat resmi dari instansi terkait sesuai ketentuan.
Eksekutif Ritel Pertamina MOR I Medan wilayah Sumatera Barat Sigit Wicaksono dalam rapat tersebut menjelaskan, sejauh ini penyaluran BBM di wilayah Sumatera Barat lancar dan mencukupi. Pengawasan pun tetap dilakukan sesuai dengan kewenangan dan ketentuan.
“Namun banyak faktor yang menyebabkan hal itu masih terjadi karena SPBU berhadapan langsung dengan masyarakat,” terangnya.
Sanksi pemutusan sementara distribusi BBM dari depot Pertamina kepada SPBU yang bermasalah juga harus mempertimbangkan banyak hal. Kalau ada SPBU lain yang terdekat, maka quota BBM untuk SPBU bermasalah tersebut bisa didistribusikan ke SPBU terdekat agar kebutuhan masyarakat bisa tetap terpenuhi.
“Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, pemutusan distribusi sementara sebagai sanksi yang mestinya enam hari misalnya, terpaksa diperpendek menjadi dua hari karena tidak ada SPBU terdekat sehingga masyarakat kesulitan BBM,” ujarnya.
Sigit menegaskan, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan tanggungjawab menyediakan bahan bakar untuk masyarakat akan terus berupaya memenuhi tanggungjawab tersebut. Dia mengajak pemerintah dan aparat keamanan serta masyarakat untuk ikut bersama-sama melakukan pengawasan agar tidak terjadi tindak pelanggaran hukum dalam distribusi BBM.
Rapat kerja tersebut digelar Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam rangka mengawali pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) perubahan Perda nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB). Ranperda tersebut diusulkan oleh Pemerintah Provinsi ke DPRD dan masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propem Perda) tahun 2018. (feb)
Komentar