PADANG – Menghadirkan pakar panas bumi dari Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung (ITB), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat menggelar Foccus Group Discussion (FGD), Rabu (14/2). FGD tersebut membahas dampak positif dan negatif eksploitasi potensi panas bumi.
Topik panas bumi ini diangkat berlatar belakang gonjang – ganjing pengelolaan panas bumi di daerah Nagari Batu Bajanjang Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok. Pakar yang dihadirkan adalah Ketua Program Magister Eksplorasi Geotermal Universitas Indonesia, Yunus Daud dan dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Rina Herdianita.
Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim membuka diskusi yang juga dihadiri oleh Wakil Bupati Solok Yulfadri Nurdin itu menyebutkan, dengan kehadiran para pakar yang berkompeten tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik terkait pengelolaan panas bumi di Sumatera Barat.
“Diskusi ini diharapkan menjadi pencerahan terhadap pemanfaatan panas bumi di Sumatera Barat. Kehadiran para pakar ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kita dalam mengelola sumber daya alam di daerah kita,” kata Hendra.
Yunus Daud dalam paparannya mengungkapkan, geothermal atau panas bumi berbeda dengan minyak bumi, gas atau mineral. Panas bumi merupakan sumber energi terbarukan dan sangat ramah lingkungan.
“Untuk mempertahankan sumber panas bumi, harus melestarikan alam pada kawasan itu seperti menjaga hutan tetap lestari,” terangnya.
Dia menegaskan, Indonesia sangat beruntung berada pada jalur cincin api (ring fire) sehingga memiliki potensi panas bumi. Dia menyebutkan, saat ini ada 70 titik sumber panas bumi yang tengah dikelola dengan potensi listrik rata-rata 220 megawatt.
“Sangat disayangkan jika potensi energi ini tidak dimanfaatkan,” ujarnya.
Dosen ITB Rina Herdianita dalam paparannya menambahkan, untuk mengesploitasi panas bumi tidak membutuhkan lahan yang luas. Tidak seluruh kawasan yang memiliki potensi harus dieksploitasi, tetapi hanya 10 persen saja sebagai lokasi untuk menampung panas yang dihasilkan.
“Areal yang dibutuhkan hanya sedikit untuk lokasi penampungan sementara areal di sekitar kawasan bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kawasan hutannya harus terjaga kelestariannya dan berfungsi sebagai penampung air untuk injeksi alami (natural injection) disamping reinjection air hasil dari penampungan uap panas bumi,” bebernya.
Eksploitasi panas bumi menurutnya sangat ramah lingkungan, berbeda dengan eksploitasi minyak dan gas bumi. Pada geothermal, yang dimanfaatkan adalah uap atau panas yang dihasilkan dari perut bumi pada kawasan cincin api. Setelah ditampung, uap tersebut disimpan sementara air yang dihasilkan dari penguapan dikembalikan ke tanah.
Dia menyatakan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait eksploitasi panas bumi. Baik lahan maupun dampak terhadap lingkungan. Lahan pertanian di sekitar areal pengeboran masih bisa dimanfaatkan dan yang menjadi bagian hutan harus tetap dipertahankan.
Potensi panas bumi menurut Yunus Daud maupun Rina Herdianita adalah potensi energi masa depan dan berkelanjutan. Panas bumi merupakan green energy (energi hijau) dan terbarukan (renewable). Jika potensi ini dimanfaatkan maksimal, Indonesia tidak akan mengalami krisis energi di masa mendatang karena berada pada jalur cincin api sehingga panas bumi tidak akan pernah terputus. (feb)
Komentar