PADANG – Kontes burung berkicau saat ini makin marak diminati masyarakat Indonesia dengan makin banyaknya komunitas – komunitas pencinta burung berkicau. Begitu juga halnya di Berok Belanti, Gunung Pangilun Kecamatan Nanggalo, Kota Padang, Sumbar.
Puluhan peserta kontes burung berkicau di arena tanding kicau burung, Berok Belanti, Minggu (12/3) kemarin terlihat semarak. Hadir juga Wakil Ketua DPRD Padang Wahyu Iramana Putra yang dalam kesempatan itu dipercayakan sebagai penggantungan satu sangkar burung menandai kontes resmi dimulai hari itu.
Beragam jenis burung peliharaan diikutkan dalam kontes itu mulai dari Murai Batu, Kacer, Kenari, Pleci, Paca Warna dan Lovebird. Bahkan, ada tingkatan kelas pada saat pegelaran kontes butung berkicau tersebut. Arena tanding kicau burung seru dan meriah dengan kicauan ratusan burung serta aksi para pemiliknya yang berupaya memancing burung kesayangannya untuk terus berkicau dengan suara lantang. Tidak itu saja, kontes yang hanya dilakukan satu hari itu selain memperebutkan hadiah dan tropy, kontestan juga mendapat doorprize dari Wahyu Iramana Putra.
Menurut Wahyu, ini merupakan salah satu potensi besar untuk menggaet wisatawan datang ke Padang. Karena, kontes burung berkicau ini sudah menjadi ajang nasional. Tidak hanya di Kota Padang saja, Sumatera sekian banyak komunitas burung berkicau, apalagi di Indonesia.
Dengan menggelar kontes kicau burung yang diiringkan untuk kepariwisataan, ia sangat yakin itu bisa jadi aset jika dikemas dengan baik dan rapi. “Saya melihat potensinya sangat besar untuk menarik wisatawan ke Padang. Saya akan membicarakan hal ini bersama Walikota Padang dalam mengemas kontes kicau burung untuk promosi daerah wisata di Kota Padang yang nantinya juga melibatkan Dinas Periwisata Padang. Tidak hanya itu saja, namun juga dapat berdampak positif bagi perekonomian masyarakat. Apalagi, sebagian burung harga jualnya bisa mencapai ratusan juta rupiah,” ujar Wahyu.
Sony, salah seorang juri mengatakan, pada dasarnya telah ada standar penilaian dalam lomba burung berkicau yang digunakan secara sama oleh juri-juri. Baik di asosiasi Persatuan Burung Indonesia (PBI) atau asosiasi lain yang ada di Indonesia. Penilaian itu dilihat dari irama atau lagu, fisik, gaya, suara atau volume kicauan. Jika suaranya semakin keras, maka tinggi nilainya.
Gaya juga mempengaruhi. Selain itu, tidak ada babak penyisihan dalam kontes ini. Nilai diberikan seperti halnya pada babak final, yakni 38, 24 dan 23. Kemudian kontrolan, juri biasanya mutar sebanyak 3 kali. Pertama untuk mengontrol burung bunyi apa tidak (sembari menancapkan bendera 2 kecil). Mutar kedua untuk memberi nilai awal. Dalam memberi nilai, untuk babak final ataupun babak yang tidak melalui tahap penyisihan, juri akan memberi nilai umum 37 atau 37,5 untuk semua burung yang bunyi, bagaimanapun bunyinya. Sedangkan untuk burung yang sudah terlihat bagus dalam hal irama, maka juri akan memberi nilai maksimal 38.
Sementara, Rohom salah seorang pecinta burung berkicau mengatakan, cukup banyak burung yang dimilikinya mulai dari Murai Batu, Kacer, Kenari dan Label. Bahkan di tempatnya, ada tempat penangkaran atau pembibitan (taranak) Murai Batu ekor putih. Kontes kicau burung di Berok Belanti itu, kata Rohom (59), digelar setiap minggu. Saat ini memang tidak terlalu ramai karena bersamaan dengan beberapa daerah lain menggelar kontes, seperti Dharmasraya, Pesisir Selatan dan lainnya. Ia berharap di lokasinya menjadi tempat pertandingan atau kontes kicau burung. (baim)
Komentar